Tambang Emas Latimojong: Rakyat Kehilangan Tanah, Leluhur Digusur, Korporasi Panen Emas

Chandra Iswinarno Suara.Com
Senin, 07 Juli 2025 | 11:50 WIB
Tambang Emas Latimojong: Rakyat Kehilangan Tanah, Leluhur Digusur, Korporasi Panen Emas
Kondisi lokasi tambang emas yang dikelola PT Masmindo Dwi Area, di Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. [ANTARA/dokumentasi]

Suara.com - Di jantung pegunungan Latimojong, Luwu, Sulawesi Selatan yang selama ini menjadi simbol keteguhan alam, sumber air, dan hutan hujan tropis yang vital bagi ekosistem Sulawesi sedang berlangsung sebuah drama senyap tapi penuh luka, mengguncang nalar dan keadilan ekologis dan sosial.

Tambang emas yang dikelola oleh PT Masmindo Dwi Area (MDA) telah mengubah wajah Latimojong.

Namun lebih dari itu, tambang ini tengah menyingkirkan warga, mengacak-acak tanah ulayat, dan bahkan menggali pusara para leluhur. Semuanya demi satu hal: emas.

‎Oligarki dan Kuasa Modal di Balik Tambang

‎PT Masmindo Dwi Area bukan perusahaan baru di Latimojong. Mereka telah mendapatkan Kontrak Karya sejak tahun 1998.

Dalam perjalanannya, perusahaan ini mengalami amandemen izin pada 2018 dan mulai serius memasuki fase eksploitasi sejak 2023.

Masmindo berafiliasi dengan jaringan kekuatan modal besar. Dalam berbagai dokumen, Masmindo sempat menjadi bagian dari grup Indika Energy yang merupakan milik dari Arsyad Rasid dan terhubung dengan perusahaan tambang asing seperti Nusantara Resources asal Australia.

‎Di sinilah letak persoalan utama: tambang ini tidak murni hadir untuk kesejahteraan warga lokal, melainkan untuk memenuhi ambisi segelintir elite ekonomi.

Di balik nama perusahaan ini tersembunyi para pemilik modal besar, para pemain lama tambang yang memiliki kedekatan dengan elite politik nasional dan lokal. Oligarki tambang telah menancapkan kukunya di tanah Latimojong.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Selidiki Izin Tenaga Kerja Asing di Tambang Emas CPM

‎Kontraktor dan Dugaan Penyimpangan di Lapangan

‎Dalam tahap eksploitasi, PT MDA menggandeng kontraktor lokal untuk membangun jalan poros, akses tambang, dan infrastruktur pendukung lainnya. Salah satu kontraktor yang dikenal publik adalah yang disebut-sebut milik seorang pengusaha lokal bernama Robert (dimuat tabloidsar).

Dugaan muncul bahwa dalam proses pembangunan jalan dan penggalian, material tambang jenis lain seperti galian C (batu dan pasir) juga diangkut dan dijual, padahal aktivitas ini diduga belum berizin.

‎Praktik seperti ini menunjukkan bahwa bukan hanya emas yang diambil dari perut Latimojong. Semua yang bernilai—batu, tanah, air, bahkan ruh dan identitas masyarakat adat—diubah menjadi komoditas. Sementara itu, rakyat yang lahannya digusur hanya bisa menyaksikan dengan getir.

‎Perampasan Tanah Ulayat dan Konflik Agraria

‎Tanah-tanah masyarakat adat di sekitar Latimojong menjadi korban pertama ekspansi tambang. Dengan dalih pembebasan lahan, perusahaan menguasai ribuan hektar lahan masyarakat yang selama ini dikelola secara turun-temurun.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI