Suara.com - Wacana hilirisasi komoditas unggulan Indonesia kembali datang dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang menyoroti potensi besar kemenyan.
Pernyataan Wapres Gibran menuai tanggapan dari Aida Greenbury, sosok yang selama ini dikenal vokal dalam advokasi keberlanjutan sektor kehutanan dan kelapa sawit.
Greenbury meminta Gibran mempertimbangkan keberlanjutan hutan sebagai sumber utama industri kemenyan.
Melalui akun X @AidaGreenbury pada Kamis, 17 Juli 2025, Greenbury mengunggah ulang video viral Wapres Gibran yang menyinggung potensi kemenyan.
Putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo tersebut menyayangkan kemenyan yang diremehkan hanya wewangian untuk dukun.
Padahal nilai kemenyan menurut Gibran setara dengan nikel, dan bisa menjadi bahan dasar bagi parfum mewah seperti Louis Vuitton dan Gucci.

Greenbury sendiri tidak ingin mengomentari perbandingan harga kemenyan dan nikel yang dituturkan Wapres Gibran.
"Membandingkan harga sumber daya terbatas seperti nikel dengan produk hutan terbarukan seperti kemenyan tidaklah sederhana," tulisnya dalam bahasa Inggris.
Greenbury lalu menekankan bahwa ekonom yang baik akan memperhitungkan nilai ekuitas komunitas dan modal alam dalam perbandingan tersebut.
Baca Juga: Gibran Bongkar 'Oleh-oleh' Prabowo Lawatan 15 Hari ke 6 Negara: Presiden Bawa Kabar Baik
Meski mendukung hilirisasi kemenyan yang bertanggung jawab, Greenbury mengajak publik untuk melihat gambaran yang lebih besar.
Kemenyan, atau disebut 'haminjon' di Batak, adalah getah pohon Styrax yang telah dikumpulkan secara turun-temurun.
Getah ini mengandung asam sinamat, yaitu senyawa penting untuk pengawet, wewangian, kosmetik, dan farmasi.

Greenbury lebih menekankan fakta bahwa pohon Styrax tumbuh subur di hutan primer dan sekunder.
Pohon Styrax berada di bawah naungan pohon-pohon besar dan membutuhkan kelembaban.
Pohon Styrax bahkan lebih sering ditemukan di hutan adat masyarakat lokal, terutama di Sumatera.
"Sumber bibit dan benih (kemenyan yang) berkualitas baik sebagian besar berasal dari hutan alam," papar Greenbury.
"Singkatnya, produksi kemenyan yang berkelanjutan membutuhkan hutan yang lestari," imbuh Direktur Pelaksana Keberlanjutan di Asia Pulp & Paper (APP) tersebut.
Maka berdasarkan pernyataan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tentang hilirisasi kemenyan, Greenbury mengungkap pertanyaan sekaligus harapannya.
"Untuk mengembangkan industri hilirisasi kemenyan yang berkelanjutan, apakah Bapak Wakil Presiden akan mengakhiri perusakan hutan alam?" tanyanya.
Lebih lanjut, Greenbury juga mempertanyakan rencana maupun komitmen Wapres Gibran dalam menjamin perlindungan hutan adat masyarakat lokal.
"Akankah Bapak Wakil Presiden menjamin perlindungan hutan adat masyarakat setempat, dan mendukung masyarakat dalam membangun industri kemenyan yang berkelanjutan berdasarkan kesetaraan dan perlakuan yang adil?" tanyanya.
Namun fakta di lapangan justru menunjukkan bahwa pengakuan pemerintah terhadap hutan adat di Indonesia masih sangat minim, yaitu kurang dari 8 persen.
Banyak hutan adat terancam dan dihancurkan, terutama untuk perkebunan kelapa sawit.
Oleh sebab itu, Greenbury ragu merek global sekelas Louis Vuitton atau Gucci akan menerima produk yang berasal dari pelanggaran hak-hak dasar masyarakat.
"Akankah Bapak Wakil Presiden mewujudkan janjinya?" pungkas Aida Greenbury.
Menanggapi pernyataan Aida Greenbury, warganet menilai Wapres Gibran salah kaprah dengan makna hilirisasi.
"Kemenyan yang dimaksud adalah dari getah pohon, bukan yang dibakar untuk keramat itu. Jadi itu bukan hilirisasi," sindir akun @margiend***.
Sebagai informasi, hilirisasi adalah proses pengolahan bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau produk jadi yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.
"Diskusi ini akan nyambung jika disampaikan ke Bapak Ir Kasmudjo karena beliau spesialis hasil hutan non kayu," sahut akun @evalez***.
"Gue yakin sih tuh orang pemahamannya gak sedalam ini. Cuma demen yang heboh-heboh kayak AI dan kemenyan yang terdengar catchy sebagai caper," balas akun @jepunlembay***.
Kontributor : Neressa Prahastiwi