Suara.com - Langkah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan dukungan total kepada Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dinilai bukan sekadar gestur politik biasa, melainkan bentuk konsolidasi strategis di tengah minimnya opsi politik yang tersedia.
Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai pernyataan terbuka Jokowi tersebut merupakan sinyal bahwa upaya membangun pengaruh di partai besar lain tak membuahkan hasil seperti yang direncanakan.
Hal itu disampaikan Feri ketika ditemui di Gedung Fakultas Hukum UI, Salemba, Jakarta, Senin, 21 Juli 2025.
"Itu menjelaskan gambaran sedari awal partai ini didukung dan di-support oleh Jokowi dan sekaligus menunjukkan bahwa partai-partai tertentu yang diduga akan diambil alih oleh Jokowi tidak berhasil dilakukan pengambilalihan, dengan demikian tidak ada pilihan lain selain mensuport partai anaknya," ujar Feri.
Spekulasi yang beredar sejak tahun lalu menyebut bahwa Jokowi sempat menjajaki peluang masuk ke Partai Golkar, terlebih ketika Bahlil Lahadalia disebut-sebut hendak menantang posisi Airlangga Hartarto.
Namun, manuver tersebut tampaknya tidak membuahkan hasil.
Menurut Feri, keterlibatan Jokowi dengan PSI sejatinya bukan hal baru. Arah keberpihakannya sudah bisa dibaca sejak Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, langsung menempati posisi ketua umum PSI hanya tiga hari setelah bergabung sebagai kader.
"Karena kebetulan yang akan mem-backup adalah orang yang sangat berkuasa dengan berbagai kepentingan," tambah Feri, menegaskan bahwa kekuatan politik Jokowi bisa memperbesar pengaruh PSI secara signifikan.
Dalam Kongres PSI yang digelar di Solo, Jokowi sendiri tidak lagi bermain kata-kata.
Baca Juga: Pidato Prabowo di Kongres PSI: Antara Canda, Sindiran, dan Harapan Kosong
Ia menyatakan langsung komitmennya untuk turun tangan penuh membantu PSI sebagai bentuk dukungan kepada putranya yang kini memimpin partai tersebut.
"Saya akan full mendukung PSI. Oleh sebab itu, saya akan bekerja keras untuk PSI," kata Jokowi dalam pidatonya.
Dengan pernyataan itu, Jokowi seolah telah menutup pintu kompromi dengan partai-partai besar dan memilih fokus membangun kendaraan politik sendiri melalui PSI—partai yang kini menjadi panggung utama bagi loyalitas politik keluarga.