Suara.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi ASEAN Universitas Gadjah Mada (UGM) Dafri Agussalim menyoroti permohonan mantan prajurit TNI AL yang kini menjadi tentara bayaran Rusia, Satria Kumbara untuk kembali menjadi warga negara Indonesia.
Menurut Dafri, permohonan itu harus dicermati dengan seksama.
Pemerintah Indonesia dituntut untuk lebih berhati-hati dalam memutuskan permohonan tersebut nantinya.
"Kalau kita begitu saja menerima dia kembali, itu akan menimbulkan spekulasi yang luas di dunia internasional," kata Dafri, Kamis (24/7/2025).
Dafri menuturkan pemerintah perlu melihat lebih luas sebelum memutuskan permohonan kembalinya kewarganegaraan itu.
Selain dari aspek hukum administratif, tak kalah penting perlunya keterlibatan diplomatik dan keamanan nasional.
Sehingga nantinya status dari warga negara benar-benar jelas dan tidak simpang siur.
Terlebih tidak membahayakan keamanan nasional di Indonesia sendiri.
"Saya kira ini harus melibatkan banyak pihak bukan hanya Kementerian Hukum dan HAM, tetapi juga Kementerian Pertahanan, Imigrasi, bahkan intelijen," tegasnya.
Baca Juga: Terima Pulang Eks Marinir Bisa Bikin Indonesia Dicap Lemah, Tapi Kalau Ditolak Melanggar HAM?
"Harus jelas statusnya apa, apakah dia masih di negara lain atau sudah menjadi warga negara lain," imbuhnya.
Tidak sampai di situ, Dafri bilang diperlukan pula evaluasi secara menyeluruh.
Terlebih mengenai Satria Kumbara yang dapat lolos menjadi tentara bayaran di Rusia.
Penolakan terhadap permohonan pindah kewarganegaraan itu, kata Dafri sangat bisa ditolak oleh negara.
Namun memang tetap perlu dilakukan secara bijak.
"Kalau kita menolak, ya bisa saja tapi harus dilakukan dengan cara yang elegan. Dari sisi hukum boleh menolak, tapi dari sisi HAM, itu lain lagi ceritanya. Ini dilema bagi kita," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, Satria Arta Kumbara, mantan prajurit TNI AL yang menjadi tentara bayaran Rusia harus melalui proses hukum jika ingin kembali menjadi warga negara Indonesia (WNI).
Salah satu syaratnya adalah mengajukan permohonan resmi kepada Presiden Prabowo Subianto.
"Jika ingin kembali menjadi WNI, maka yang bersangkutan harus mengajukan permohonan pewarganegaraan kepada Presiden melalui Menteri Hukum," kata Supratman dalam keterangannya, Rabu (23/7/2025).
Ia menjelaskan, mekanisme tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan.
Supratman menegaskan, status kewarganegaraan Indonesia Satria memang tidak pernah secara resmi dicabut.
Namun, jika terbukti bergabung dalam dinas militer asing, maka kewarganegaraan Indonesia-nya otomatis gugur sesuai aturan yang berlaku.
"Ini sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 23 huruf d dan e," jelasnya.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa WNI kehilangan kewarganegaraannya jika secara sukarela masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin Presiden atau menjabat posisi yang menurut hukum hanya dapat diisi oleh WNI.