Namun, titik balik yang membentuk karakter Pasar Taman Puring seperti sekarang terjadi pada era krisis moneter (krismon) 1997-1998.
Di tengah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, Pemerintah Kota Jakarta Selatan menyediakan tenda-tenda sementara di area taman bagi warga yang kehilangan pekerjaan untuk mencari nafkah.
Mereka hanya diizinkan berdagang pada hari Sabtu dan Minggu, sehingga melahirkan sebutan "Pasar Tunggu" (Sabtu-Minggu).
Seiring waktu, para pedagang ini "meluber" dan menutupi hampir seluruh area taman, hingga akhirnya direlokasi dan ditata menjadi bangunan yang lebih modern.
Sejak itulah, reputasi Taman Puring sebagai pusat penjualan sepatu murah, baik yang orisinal sisa pabrik (di masa lalu) maupun replika, mulai terbangun.
Tak hanya sepatu, pasar ini menjadi surga bagi pemburu tas, jam tangan, pakaian olahraga, hingga suku cadang mobil dengan harga miring.
![Pengunjung memlilih sepatu di Pasar Taman Puring, Jakarta, Jumat (21/6/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/original/2024/06/21/30490-pasar-taman-puring-sepatu-toko-sepatu-sepatu-taman-puring.jpg)
Daya Tarik yang Tak Lekang oleh Waktu
Meskipun digempur oleh kemudahan belanja online, pesona Taman Puring tak sepenuhnya pudar.
Bagi banyak orang, terutama kalangan muda dan mereka yang memiliki bujet terbatas, pasar ini menawarkan sensasi berburu yang tidak bisa diberikan oleh e-commerce.
Baca Juga: Pasar Taman Puring Kebakaran, 6 Unit Mobil Damkar Dikerahkan: Situasi Masih Merah!
Kemampuan untuk menawar harga dan memeriksa kualitas barang secara langsung menjadi daya tarik utamanya.
Pasar yang berlokasi strategis di Jalan Kyai Maja, dekat dengan sentra bisnis dan hiburan seperti Blok M dan Gandaria, membuatnya mudah dijangkau.
Ia menjadi semacam antitesis dari mal-mal mewah yang mengelilinginya, menawarkan alternatif bagi mereka yang ingin tetap bergaya tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam.
Kebakaran yang terjadi hari ini bukan hanya melenyapkan kios dan barang dagangan.
Peristiwa ini melukai sebuah ikon budaya dan ekonomi Jakarta, sebuah tempat yang menjadi saksi bisu perjalanan hidup ribuan orang, dari para pedagang yang berjuang menyambung hidup hingga para pembeli yang mencari kebahagiaan sederhana lewat sepasang sepatu baru.
Saat api berhasil dipadamkan, yang tersisa bukan hanya puing arang, tetapi juga pertanyaan tentang masa depan surga barang murah yang legendaris ini.