Panitia Tarik Iuran Rp500 Ribu per KK Demi Karnaval Sound Horeg, Warga yang Menolak akan Diteror?

Bella Suara.Com
Rabu, 30 Juli 2025 | 15:04 WIB
Panitia Tarik Iuran Rp500 Ribu per KK Demi Karnaval Sound Horeg, Warga yang Menolak akan Diteror?
Ilustrasi sound horeg. [AI Imagen 4]

Suara.com - Di balik dentuman bass yang memekakkan telinga dan kemeriahan pawai yang membelah jalanan desa, fenomena sound horeg menyimpan sisi gelap yang jarang tersentuh.

Ini bukan sekadar soal adu kencang suara, tetapi sebuah model bisnis yang diduga berjalan di atas pondasi iuran yang memberatkan warga desa.

Parahnya, warga desa seperti tidak memiliki pilihan lain selain harus ikut membayar.

Hal itu terbukti dari pengalaman yang dialami oleh Pak Ek, warga Desa Kepung, Kabupaten Kediri.

Kasus yang dialami Pak Eko di Desa Kepung, Kabupaten Kediri, menjadi jendela untuk melihat bagaimana hiburan rakyat bisa bertransformasi menjadi mesin teror bagi mereka yang berani menentang.

Akar masalah yang diungkap Pak Eko bukanlah kebisingan semata, melainkan beban finansial yang mencekik leher warga.

Ia menyebut, untuk satu kali pergelaran pawai atau karnaval, panitia meminta iuran yang nilainya fantastis untuk ukuran pedesaan, mencapai Rp500 ribu per kepala keluarga.

Bagi warga yang tidak setuju atau tidak mampu, penolakan bukanlah pilihan yang mudah.

Konsekuensinya bukan sekadar gunjingan tetangga, melainkan intimidasi secara terang-terangan.

Baca Juga: Benarkah Memed Penemu Sound Horeg Viral? Ini Awal Mula Julukan Thomas Alva Edi Sound!

Pak Eko dan keluarganya merasakannya secara langsung.

Penolakannya untuk berpartisipasi dalam pesta berbayar itu dibalas dengan unjuk kekuatan yang brutal.

"Kita diteror pak, mulai jam 13.30 sampai jam 9 malam, di depan rumah itu bahkan sound itu dihadapkan ke rumah," tutur Eko.

Selain itu, Eko mengaku fotonya bersama sang istri juga disebar di kalangan pecinta sound horeg.

"Foto kami disebar di antara mereka bahwa 'ini lho yang menghambat keberadaan Sound Horeg'," ungkapnya.

Tidak berhenti di situ, Eko juga pernah mengalami kekerasan fisik karena menolak sound horeg.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI