Rekonsiliasi atau Impunitas? 5 Fakta Abolisi Tom Lembong yang jadi Sorotan Publik

Jum'at, 01 Agustus 2025 | 15:14 WIB
Rekonsiliasi atau Impunitas? 5 Fakta Abolisi Tom Lembong yang jadi Sorotan Publik
Kolase Prabowo Subianto dengan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong yang divonis penjara 4,5 tahun karena dugaan korupsi impor gula. (kolase suara.com)

Suara.com - Panggung politik dan hukum Indonesia kembali memanas setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui permintaan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto untuk Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong.

Keputusan ini secara efektif menghentikan total proses hukum kasus korupsi impor gula yang telah menjerat mantan Menteri Perdagangan tersebut, bahkan setelah ia divonis 4,5 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama.

Langkah ini sontak memicu perdebatan sengit di kalangan publik, terutama anak muda dan milenial yang aktif mengikuti isu politik.

Di satu sisi, ada yang memandang ini sebagai langkah rekonsiliasi politik yang diperlukan.

Di sisi lain, banyak yang khawatir ini menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Bagaimana perjalanan kasus ini hingga akhirnya Presiden Prabowo turun tangan?

Berikut adalah 5 fakta kunci yang perlu kamu ketahui tentang abolisi kontroversial untuk Tom Lembong.

1. Awal Mula Kasus: Dugaan Korupsi Impor Gula Rugikan Negara Rp578 Miliar

Kasus yang menjerat Tom Lembong bermula pada Oktober 2024 saat Kejaksaan Agung menetapkannya sebagai tersangka.

Baca Juga: Hasto Dapat Amnesti, KPK: Kami Telah Melaksanakan Proses Hukum dengan Sehormat-Hormatnya!

Tuduhannya sangat serius, korupsi dalam kebijakan importasi gula saat ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan periode 2015-2016.

Menurut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Tom Lembong diduga melawan hukum dengan menerbitkan 21 persetujuan impor (PI) gula kristal mentah (GKM) tanpa melalui mekanisme rapat koordinasi yang semestinya.

Kebijakan ini, menurut jaksa, telah memperkaya diri sendiri atau korporasi dan mengakibatkan kerugian keuangan negara yang fantastis, mencapai Rp578 miliar.

Atas perbuatannya, Tom Lembong didakwa dengan pasal berlapis dari Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Sudah Divonis 4,5 Tahun Penjara Sebelum Abolisi Turun

Tom Lembong (Instagram/tomlembong)
Tom Lembong (Instagram/tomlembong)

Penting untuk dicatat, proses hukum Tom Lembong bukanlah sekadar penyelidikan awal.

Kasusnya sudah berjalan penuh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Sidang perdananya digelar pada 6 Maret 2025.

Puncaknya, pada 18 Juli 2025, majelis hakim menyatakan Tom Lembong terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar Ketua Majelis Hakim saat membacakan putusan.

Tom Lembong divonis pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan ditambah denda Rp750 juta.

Setelah vonis ini, Tom Lembong diketahui sedang menempuh upaya hukum banding sebelum prosesnya dihentikan oleh abolisi.

3. 'Lampu Hijau' DPR Atas Permintaan Presiden Prabowo

Abolisi adalah hak prerogatif atau hak istimewa Presiden untuk menghentikan proses hukum seseorang yang sedang berjalan.

Namun, sesuai amanat UUD 1945, Presiden harus meminta pertimbangan dari DPR.

Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengirimkan surat permintaan abolisi untuk Tom Lembong (dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto) ke DPR.

Permintaan ini kemudian dibahas dan disetujui dalam Rapat Paripurna DPR.

Persetujuan DPR inilah yang menjadi landasan hukum bagi Presiden Prabowo untuk menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) abolisi, yang membuat vonis dan status hukum Tom Lembong gugur seketika.

4. Alasan Istana: Untuk Kepentingan Bangsa yang Lebih Besar

Pemberian abolisi untuk kasus korupsi besar tentu menimbulkan pertanyaan.

Pihak Istana Kepresidenan menjelaskan bahwa keputusan Presiden Prabowo didasarkan pada pertimbangan kepentingan bangsa yang lebih luas.

Langkah ini disebut sebagai upaya untuk menciptakan stabilitas politik dan mendorong rekonsiliasi nasional pasca-polarisasi yang terjadi beberapa waktu ke belakang.

Abolisi ini dipandang sebagai sebuah instrumen untuk menyudahi konflik politik yang berlarut-larut, di mana kasus hukum yang menjerat Tom Lembong dianggap sebagian kalangan memiliki muatan politis.

5. Jokowi Buka Suara: "Itu Hak Prerogatif Presiden"

Presiden ke-7 Joko WIdodo atau Jokowi saat memberikan keterangan kepada wartawan di kediamannya di Solo pada Jumat (1/8/2025). [Suara.com/Ari Welianto]
Presiden ke-7 Joko WIdodo atau Jokowi saat memberikan keterangan kepada wartawan di kediamannya di Solo pada Jumat (1/8/2025). [Suara.com/Ari Welianto]

Presiden sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi), turut memberikan tanggapan singkat mengenai keputusan yang diambil oleh penggantinya.

Saat ditanya wartawan, Jokowi menegaskan bahwa pemberian abolisi dan amnesti adalah hak konstitusional yang melekat pada jabatan presiden.

Menurutnya, setiap presiden memiliki kewenangan penuh untuk menggunakan hak prerogatif tersebut berdasarkan pertimbangan yang dinilai tepat.

Jawaban ini mengisyaratkan bahwa secara konstitusional, langkah yang diambil Presiden Prabowo memiliki dasar hukum yang kuat, terlepas dari perdebatan publik yang mengiringinya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI