Sengketa Ambalat: Malaysia Ubah Nama Laut, Indonesia 'Pamer' Rudal Balistik di Perbatasan

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 07 Agustus 2025 | 17:53 WIB
Sengketa Ambalat: Malaysia Ubah Nama Laut, Indonesia 'Pamer' Rudal Balistik di Perbatasan
Arsip-Taruna Akademi Angkatan Laut (AAL) Tingkat III Angkatan ke-68 mengibarkan bendera merah putih di atas Mercusuar Karang Unarang, Perairan Ambang Batas Laut (Ambalat), Nunukan, Kalimantan Utara, Senin (13/9/2021). [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja]

Suara.com - Sengketa maritim di Blok Ambalat kembali memanas setelah pemerintah Malaysia secara sepihak mulai menggunakan nomenklatur "Laut Sulawesi" untuk merujuk pada wilayah yang disengketakan tersebut. Manuver diplomatik ini memicu respons keras dari Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, yang mendesak pemerintah untuk tidak hanya berfokus pada perundingan, tetapi juga memperkuat kehadiran fisik di lapangan sebagai penegasan kedaulatan.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa Indonesia akan tetap berpegang pada istilah Laut Ambalat. Menurutnya, ini bukan sekadar perang terminologi, melainkan sebuah pernyataan yuridis dan politis yang tak bisa ditawar. "Komisi I DPR RI memandang bahwa penyebutan istilah Laut Ambalat bukan sekadar soal nama, melainkan bagian dari penegasan klaim wilayah yang sah dan telah menjadi bagian dari proses diplomatik dan teknis yang panjang," kata Dave, dalam pemberitaan Suara.com pada hari ini.

Ia menilai langkah Malaysia mengubah nama wilayah di Blok ND6 dan ND7 adalah upaya sistematis untuk melemahkan posisi hukum Indonesia, yang didasarkan pada Perjanjian Landas Kontinen 1969 dan Hukum Laut UNCLOS 1982.

Dave Laksono mengingatkan bahwa setiap perubahan istilah bisa memengaruhi persepsi publik dan posisi tawar dalam negosiasi. Oleh karena itu, Komisi I mendorong pemerintah untuk mengambil langkah yang lebih konkret di luar jalur diplomasi. Menurutnya, sudah saatnya Indonesia menunjukkan kontrol de facto atas wilayah tersebut.

"Sebagai bagian dari strategi tersebut, perlu diperkuat kehadiran fisik dan simbolik Indonesia di Ambalat melalui patroli TNI Angkatan Laut, pembangunan fasilitas navigasi, serta eksplorasi migas oleh BUMN seperti Pertamina Hulu Energi," jelasnya.

Selain itu, kegiatan ekonomi dan sosial di wilayah sengketa juga harus digalakkan sebagai bukti nyata bahwa Indonesia memiliki kontrol efektif.

Meskipun demikian, Dave menghargai komitmen Malaysia untuk menyelesaikan sengketa secara damai. Namun, ia menekankan agar pemerintah Indonesia tetap waspada dan melakukan langkah antisipatif melalui penguatan posisi hukum, diplomasi bilateral, dan pengawasan di lapangan. Komisi I juga mendukung opsi kerja sama melalui Joint Development Authority (Otoritas Pembangunan Bersama), tetapi dengan syarat adanya kejelasan batas wilayah serta mekanisme pengelolaan yang adil dan transparan.

Pernyataan Perdana Menteri Malaysia

Di sisi lain, Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menegaskan dirinya siap melindungi habis-habisan wilayah Sabah yang bersengketa dengan Indonesia. Dalam kunjungannya ke Kota Kinabalu, Minggu (3/8), Anwar mengatakan Malaysia akan bernegosiasi tanpa menyerah dan akan melindungi setiap inci wilayah Sabah.

Baca Juga: PCO Sebut Presiden Merasa Kabinet Sudah Solid Dan Bantah Isu Resuffle

Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri (PM) Malaysia, Dato' Seri Anwar Ibrahim di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (29/7). (foto: Biro Pers Sekretariat Preside).
Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri (PM) Malaysia, Dato' Seri Anwar Ibrahim di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (29/7). (foto: Biro Pers Sekretariat Preside).

Pernyataan ini muncul setelah ia dan Presiden Prabowo Subianto bertemu pada 27 Juni di Jakarta dan sepakat untuk bersama-sama mengembangkan area tersebut. Namun, ketiadaan singgungan tentang batas laut dalam pernyataan bersama mereka pada 29 Juli menimbulkan pertanyaan di kalangan parlemen Malaysia.

Sengketa ini semakin rumit karena melibatkan klaim tumpang tindih tidak hanya di perbatasan maritim, tetapi juga kedaulatan dua pulau, Sipadan dan Ligitan, yang pada tahun 2002 diputuskan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) sebagai milik Malaysia meski akhirnya menuai protes karena tanpa pertimbangan menafsirkan perjanjian antara Belanda dan Inggris pada tahun 1891. Putusan tersebut tidak menyelesaikan masalah batas maritim yang juga tumpang tindih.

Penempatan Rudal KHAN di Perbatasan dan Sikap Indonesia 

Di tengah ketegangan ini, langkah strategis pemerintah Indonesia menempatkan sistem rudal balistik taktis (ITBM) KHAN di Kalimantan Timur juga menjadi sorotan. Meskipun penempatan alutsista canggih ini bertujuan utama untuk melindungi Ibu Kota Nusantara (IKN) dan wilayah perbatasan, keberadaannya dianggap sebagai sikap tegas Indonesia di tengah sengketa wilayah.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa kehadiran rudal KHAN merupakan cerminan pendekatan baru kebijakan pertahanan yang lebih adaptif. Ia menekankan bahwa langkah ini bersifat defensif dan bukan merupakan bentuk agresi terhadap negara tetangga, melainkan untuk menjaga kedaulatan dan keamanan nasional.

Rudal balistik taktis (ITBM) pertama milik TNI, KHAN ITBM-600, yang dipesan dari Turki dilaporkan telah tiba di tanah air. Rudal ini langsung ditempatkan di daerah perbatasan dengan Malaysia. [defencesecurityasia]
Rudal balistik taktis (ITBM) pertama milik TNI, KHAN ITBM-600, yang dipesan dari Turki dilaporkan telah tiba di tanah air. Rudal ini langsung ditempatkan di daerah perbatasan dengan Malaysia. [defencesecurityasia]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI