Bukan Cuma Tak Wajib Shalat, 5 Fakta Aliran Sesat di Aceh yang Klaim Ada Mesias Baru

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Kamis, 07 Agustus 2025 | 23:31 WIB
Bukan Cuma Tak Wajib Shalat, 5 Fakta Aliran Sesat di Aceh yang Klaim Ada Mesias Baru
Polisi menangkap penyebar aliran sesat di Aceh Utara. [ANTARA]

Suara.com - Di tengah ketenangan Serambi Mekkah, sebuah jaringan rahasia yang menyebarkan ajaran diduga sesat dan meruntuhkan pilar-pilar aqidah Islam berhasil dibongkar oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Utara.

Penangkapan enam anggotanya mengungkap sebuah gerakan bawah tanah yang telah beroperasi lebih dari satu dekade dengan keyakinan yang sangat kontroversial.

Operasi senyap ini bukan hanya mengungkap satu-dua orang yang tersesat, melainkan sebuah jaringan terorganisir dengan puluhan anggota yang tersebar di seantero Aceh.

Kapolres Aceh Utara, AKBP Tri Aprianto, membeberkan detail yang mengejutkan di balik pengungkapan ini. Berikut adalah 5 fakta mengerikan dari kelompok tersebut.

1. Keyakinan Inti yang Meruntuhkan Rukun Iman dan Islam

Ini adalah fakta paling fundamental dan mengerikan. Ajaran yang mereka sebarkan secara frontal menabrak keyakinan dasar umat Islam.

Modus utama mereka adalah menyebarkan paham yang menyimpang dari Ahlussunah Wal Jamaah dengan beberapa poin utama yang sangat fatal:

  • Mengakui Adanya Mesias Baru: Mereka meyakini adanya seorang mesias yang datang setelah Nabi Muhammad SAW, sebuah keyakinan yang menentang konsep Khatamul Anbiya (Nabi Penutup).
  • Shalat Lima Waktu Tidak Wajib: Salah satu pilar utama Islam, shalat lima waktu, dianggap tidak wajib oleh kelompok ini.
  • Mengingkari Mukjizat Nabi: Mereka secara terang-terangan tidak mengakui mukjizat Nabi Isa AS dan Nabi Musa AS, dua nabi ulul azmi yang posisinya sangat dihormati dalam Islam.
  • Tidak Mengakui Ayat Al-Qur'an: Puncaknya, mereka bahkan tidak mengakui keabsahan ayat-ayat suci Al-Qur'an.

2. Telah Beroperasi Lebih dari Satu Dekade

Jangan bayangkan ini adalah gerakan baru yang muncul kemarin sore. Berdasarkan hasil pemeriksaan polisi, jaringan ini ternyata sudah sangat mengakar.

Baca Juga: Oknum TNI AL Pembunuh Penjual Mobil di Aceh Divonis Seumur Hidup

"Aktivitas kelompok tersebut berlangsung sejak 2012 serta aktif merekrut anggota baru," ungkap AKBP Tri Aprianto.

Artinya, selama 13 tahun, mereka berhasil bergerak di bawah radar, menyebarkan paham mereka dan terus menambah pengikut hingga kini memiliki puluhan anggota yang tersebar di berbagai wilayah di Aceh.

3. Jaringan Lintas Provinsi, dari Jakarta Hingga Medan

Penangkapan enam tersangka menunjukkan bahwa jaringan ini tidak hanya bersifat lokal. Para tersangka berasal dari berbagai daerah, menandakan adanya koneksi dan mobilitas yang terorganisir.

Keenam orang yang diamankan adalah AA (33) dan RB (39) dari Sumatera Utara, HA (60) dan ME dari Kabupaten Bireuen, NZ (53) dari Aceh Utara, dan ES (38) yang bahkan berasal dari Jakarta Barat.

Hal ini membuktikan bahwa gerakan ini memiliki jangkauan yang luas dan bukan sekadar kelompok pengajian kecil di desa.

4. Terbongkar Berkat Kejelian Warga di Sebuah Masjid

Pintu masuk pengungkapan kasus ini bukanlah hasil operasi intelijen yang rumit, melainkan berkat kejelian dan kepedulian warga biasa.

Semuanya berawal dari sebuah pengajian di sebuah masjid di Lhoksukon pada 25 Juli 2025. Warga yang ikut serta merasa ada yang ganjil dan menyimpang dari ajaran yang mereka yakini.

"Warga menghentikan pengajian tersebut karena diduga menyimpang dari Islam," kata Kapolres.

Dari laporan warga inilah polisi bergerak cepat, mengamankan tiga orang pertama yang kemudian membuka jalan untuk menangkap tiga lainnya di Bireuen dan Pidie.

5. Terancam Hukuman Cambuk Puluhan Kali

Karena beraksi di Aceh yang menerapkan hukum syariat, para tersangka tidak hanya dijerat dengan hukum pidana konvensional.

Mereka disangkakan melanggar Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2015 tentang pembinaan dan perlindungan aqidah. Ancamannya pun sangat khas dan menjadi sorotan.

"Ancaman hukumannya, cambuk di depan umum paling banyak 60 kali dan paling sedikit 30 kali atau pidana penjara paling lama 60 bulan dan paling singkat 30 bulan," pungkas Tri Aprianto.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI