Suara.com - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said memberikan sorotan tajam terhadap kondisi tata kelola industri tambang dan minyak gas (migas) di Indonesia yang dinilainya kian melemah.
Menurutnya, pelemahan institusi negara telah membuka celah berbahaya bagi praktik lancung, termasuk kooptasi oleh para pemain raksasa di sektor ini.
Sudirman, yang pernah menjabat sebagai Menteri ESDM di periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, menyatakan bahwa kondisi saat ini merupakan puncak dari kemunduran yang panjang.
Ia bahkan tak segan menggunakan istilah 'black hole' untuk menggambarkan situasi tersebut.
"Yang kita lihat sekarang ini, itu bukan sesuatu yang tiba-tiba terjadi. Itu adalah puncak dari kemunduran panjang sejak periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo," ujar Sudirman dalam sebuah diskusi podcast Forum Keadilan TV pada Sabtu (9/8/2025).
"Saya menggunakan istilah black hole. Di mana hukum jadi tidak pasti, demokrasi mundur, nepotisme merajalela, dan personifikasi kekuasaan. Jadi itu adalah potret satu masa setelah puluhan tahun kita berjuang untuk membangun tata kelola yang baik, tapi ada saat di mana semua itu di-'hack'."
Sebagai bukti nyata dari buruknya tata kelola, ia menunjuk mega skandal korupsi timah yang mengguncang publik beberapa waktu lalu.
Sudirman meyakini, praktik lancung sebesar itu mustahil bisa berjalan mulus tanpa adanya 'backing' dari oknum aparat.
"Kalau tata kelola dilemahkan, institusi melemah, yang bermain adalah para pemegang kekuasaan personal, menabrak aturan dan etika. Itu yang kemudian berujung pada uang-uang gelap, kekuasaan yang sifatnya korporatisme dan oligarki," tegasnya.
Baca Juga: Jokowi Dianggap Gagal Pimpin Indonesia, Sudirman Said: Kemunduran Demokrasi!
![Mantan Menteri ESDM Sudirman Said di podcast Forum Keadilan TV. [YouTube]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/09/18485-sudirman-said.jpg)
Sudirman mengingatkan bahwa sektor energi, baik tambang maupun migas, secara alamiah dihuni oleh korporasi-korporasi bermodal jumbo.
"Sektor energi secara alami dihuni oleh pemain-pemain besar. Dia butuh teknologi dan kapital besar, sehingga tata kelolanya harus kuat dan ketat agar tidak dikooptasi oleh pemain," jelasnya.
Ia pun mengenang masa lalunya saat berupaya membersihkan sektor ini.
"Saya diangkat [jadi Menteri ESDM] di periode pertama, fokusnya adalah membenahi sektor energi yang rawan korupsi. Waktu itu ada 10 ribu izin tambang yang akan kita bersihkan. Saya bersihkan 6 ribu izin yang bermasalah. Tetapi kemudian, di periode kedua, izin-izin tambang itu diobral lagi," ungkapnya.
Sejarah kelam korupsi di sektor ini menjadi pengingat betapa krusialnya pengawasan ketat.
"Ingat, di sektor energi kita punya sejarah korupsi yang luar biasa. Menteri, sekjen, sampai kepala SKK Migas, sampai Ketua Komisi VII DPR, semua pernah terlibat kasus korupsi," tambahnya.