Suara.com - Suhu politik di Papua memanas setelah Penjabat (Pj) Gubernur Papua Agus Fatoni dan Kapolda Papua Irjen Petrus Patrige Rudolf Renwarin diduga kuat melakukan intervensi dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada.
Keduanya dituding mengerahkan jajaran untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 2, Matius Fakhiri-Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen.
Tuduhan serius ini datang di tengah persaingan ketat hasil PSU, di mana hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei menunjukkan selisih suara yang sangat tipis antara kedua pasangan calon.
Kepala Biro Umum Sinode GKI Di Tanah Papua, Pdt. Petrus Imoliana, dalam rilis yang diterima Selasa (12/8), menyatakan pihaknya mengantongi sejumlah bukti kuat mengenai keterlibatan keduanya. Menurutnya, praktik intervensi ini dilakukan secara terang-terangan.
“Pertama, Pj Gubernur ditugaskan ke Papua itukan untuk menyelesaikan PSU Papua, bukan untuk menjadi tim sukses salah satu paslon. Dia malah sampai masuk ke masjid dan berceramah bahwa kita harus pilih imam kita,” kata Petrus Imoliana.
Ia juga menyoroti kehadiran Kapolda Papua di Sentani yang dinilai tidak wajar dan merupakan bentuk keberpihakan.
“Yang kedua, yang sudah jelas jelas memihak itu Parcok (partai cokelat), datang Kapolda-nya itu urusan apa Kapoldanya ke Sentani. Sentani itu kabupaten ada bupatinya toh,” ujarnya menambahkan.
Lebih lanjut, Imoliana mengklaim memiliki bukti rekaman video dan suara yang menunjukkan arahan dari Pj Gubernur dan Kapolda kepada jajarannya untuk mendukung paslon nomor 2. Ia juga menuduh anggota kepolisian melakukan intimidasi kepada masyarakat dan terlibat dalam praktik politik uang untuk membeli suara.
Imoliana mencontohkan upaya pengiriman uang tunai senilai Rp2 miliar yang berhasil digagalkan, baik yang diangkut menggunakan pesawat di Kabupaten Mamberamo Raya maupun melalui ambulans di Kabupaten Sarmi. Uang tersebut, menurutnya, ditujukan untuk para penyelenggara PSU.
Baca Juga: PSU Pilkada Papua, Bawaslu RI Turun Tangan Usut Dugaan ASN-Polri Tak Netral!
“Sebarnya ke penyelenggara. Karena kalau menipu orang Papua, nggak bisa. Nggak bisa. Orang Papua walaupun makan bete, nggak apa-apa. asal nggak nyolong. Ya, kasih ke penyelenggara,” tegasnya.
Dampak dari dugaan ini, ratusan masyarakat adat dari wilayah Tabi menggeruduk Kantor Gubernur Papua di Jayapura pada Senin (11/8). Mereka menuntut netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Polri dalam proses demokrasi.
Ketua Dewan Adat Sentani, Organes Kaway, dalam orasinya menyuarakan kekhawatiran atas dugaan keberpihakan Pj Gubernur.
“Kami datang dengan damai, tapi suara kami tegas: ASN harus netral, dan Pj Gubernur harus dievaluasi. Demokrasi Papua tidak boleh dikendalikan oleh kepentingan politik,” ujar Kaway.
Massa aksi mengancam akan kembali turun ke jalan jika tuntutan keadilan dan netralitas tidak diindahkan.
“Sudah pasti. Karena kami tidak tega dibodohi di kampung halaman sendiri. Kita lihat situasinya,” kata Imoliana.