Bupati Pati Sudewo Dituntut Mundur, Begini Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah Sesuai UU

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Rabu, 13 Agustus 2025 | 16:01 WIB
Bupati Pati Sudewo Dituntut Mundur, Begini Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah Sesuai UU
Ilustrasi Bupati Pati Sudewo kini dituntut mundur. Mekanisme pemakzulan kepala daerah. [bidik layar akun YouTube Patinews]

Suara.com - Bupati Pati, Sudewo, didemo ratusan ribu warganya buntut pernyataannya yang menantang warga untuk menggelar aksi protes kenaikan PBB hingga 250 persen.

Aksi demonstrasi besar-besaran di Alun-Alun Pati, Rabu (13/8/2025), yang menuntut Bupati Sudewo mundur berujung ricuh.

Korban luka berjatuhan dari pihak demonstran maupun dari pihak kepolisian yang mengamankan aksi tersebut. Sementara itu di parlemen, beredar kabar adanya rencana pemakzulan Sudewo melalui hak angket. Lalu bisakah bupati yang terpilih secara demokratis dalam Pilkada ini dimakzulkan?

Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah

Mekanisme pemberhentian kepala daerah maupun wakil kepala daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam pasal 78 UU tersebut, dinyatakan Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti
karena meninggal dunia; permintaan sendiri; atau diberhentikan.

Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan karena berakhir masa jabatan; tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan dan dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah.

Lalu tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah, melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, melakukan perbuatan tercela; diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyebab lain adalah menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau mendapatkan sanksi pemberhentian.

Baca Juga: Bupati Pati Dilempar Sandal Pendemo saat Minta Maaf, Santri Nahdliyin: Dipermalukan Sekabupaten!

Bagi kepala daerah/wakil kepala daerah tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan; dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah lalu tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah, melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, melakukan perbuatan tercela; proses pemberhentiannya diatur dalam pasal 80.

Ketentuannya adalah pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diusulkan kepada Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dan/atau melakukan perbuatan tercela.

Pendapat DPRD sebagaimana diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

Sementara itu Mahkamah Agung memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 hari setelah permintaan DPRD diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final.

Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah dan/atau melakukan perbuatan tercela, pimpinan DPRD menyampaikan usul kepada Presiden untuk pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur dan kepada Menteri untuk pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Presiden wajib memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur paling lambat 30 hari sejak Presiden menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD.

Sedangkan Menteri wajib memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak Menteri menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD.

Dalam hal pimpinan DPRD tidak menyampaikan usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana paling lambat 14 hari sejak diterimanya pemberitahuan putusan Mahkamah Agung, Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul Menteri dan Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak menyampaikan usul kepada Menteri, Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

Lalu bagaimana jika DPRD tidak mengusulkan pemberhentian kepala daerah setelah adanya putusan MA mengenai kepala daerah yang dinyatakan terbukti melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah dan/atau melakukan perbuatan tercela? Ketentuan ini diatur dalam pasal 81.

Dalam hal DPRD tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1), Pemerintah
Pusat memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang:

a. melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
b. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
c. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j; dan/atau
d. melakukan perbuatan tercela.

Untuk melaksanakan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah untuk menemukan bukti-bukti terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemerintah Pusat kepada Mahkamah Agung untuk mendapat keputusan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah terbukti melakukan pelanggaran, Pemerintah Pusat memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI