Suara.com - Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Jateng), memasuki salah satu babak paling panas dalam sejarah politik daerahnya. Pada Rabu 13 Agustus 2025, massa menggelar aksi demo menuntut pelengseran Bupati Pati Sudewo.
Aksi yang awalnya berlangsung tertib, berubah menjadi ricuh. Aksi anarkistis berupa perusakan pagar, pembakaran mobil, hingga perusakan kaca perkantoran Bupati.
Aksi dipicu kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati yang menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.
Meski kebijakan tersebut akhirnya dibatalkan, kekecewaan publik sudah terlanjur memuncak.
Di ruang digital, warganet juga menggelar aksi dengan menggempur akun Instagram @sudewoofficial.
Warganet melayangkan komentar bernada protes, sindiran, hingga desakan agar ia mundur dari jabatannya. Komentar warganet memperlihatkan kemarahan yang hampir seragam.
"Lengserkan!!!," kata warganet.
"Lengserkan!!! Ayo warga Pati jangan menyerah," tulis warganet.
"Mundur lebih baik, Anda gagal," ungkap warganet.
"Lebih baik mundur pak," ungkap warganet.
Pemicu ledakan protes bukan hanya soal tarif pajak yang melonjak drastis. Dalam sebuah video yang viral di media sosial, Sudewo terlihat menyampaikan pernyataan yang dianggap menantang rakyat.
"Silakan, mau 5 ribu orang atau 50 ribu orang datang, saya tidak akan mundur. Kebijakan ini yang terbaik untuk kemajuan Kabupaten Pati," kata Sudewo.
Alih-alih meredam situasi, pernyataan tersebut justru memperkeras kemarahan publik. Banyak yang menilai Sudewo arogan dan tidak mendengar aspirasi rakyat.
Setelah gelombang kritik membesar, Sudewo akhirnya menyampaikan permintaan maaf. Ia menegaskan tidak bermaksud menantang rakyat dan mengakui kata-katanya dapat ditafsirkan berbeda. Meski begitu, bagi sebagian warga, permintaan maaf tersebut datang terlambat.