Tak menyerah, aduan pun dilayangkan lebih tinggi. Pada 15 Januari 2025, mereka mengadu langsung ke Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Dalam Negeri, hingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, hasilnya masih nihil.
"Semua keluhan sudah kami sampaikan, tapi sampai detik ini belum ada satu pun jawaban dari mereka," ucapnya dengan nada kecewa.
Kini, Paguyuban Pelangi Cirebon membawa empat tuntutan utama yang tak bisa ditawar, yakni batalkan Perda No.1 Tahun 2024 dan kembalikan tarif PBB ke tarif 2023.
Kemudian copot pejabat yang bertanggung jawab, beri Wali Kota waktu satu bulan untuk bertindak, dan imbauan agar pemerintah tidak menjadikan pajak sebagai satu-satunya andalan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Hetta menegaskan bahwa perjuangan ini tidak akan pernah padam hingga tuntutan mereka dipenuhi. Aksi demonstrasi yang lebih besar siap digelar jika suara mereka terus diabaikan.
"Kami tidak pernah berhenti berjuang. Kami berharap media membantu menyuarakan perjuangan ini agar terdengar oleh para petinggi," ucap Hetta. "Kami akan terus berjuang sampai tuntutan ini dikabulkan," ujar dia.
Sementara Darma Suryapranata berharap, suara rakyat kali ini benar-benar didengar. Baginya, aturan yang menyengsarakan harus bisa diubah.
"UUD saja bisa diubah dengan amandemen. Harusnya penghitungan kenaikan PBB itu wajar saja, sesuai kemampuan masyarakat dan NJOP. Kalau Perda ini masih ada, kebijakan seperti ini bisa muncul lagi,” katanya.
Baca Juga: Gema Samin Surosentiko: Perlawanan Warga Pati Lawan PBB Jadi Sinyal Bahaya Bagi Penguasa