Suara.com - Publik Tanah Air kembali digemparkan oleh sebuah tragedi kemanusiaan yang menyorot tajam kinerja aparat penegak hukum.
Dea Permata Karisma, seorang wanita berusia 27 tahun, menjadi korban pembunuhan keji di rumahnya sendiri di kawasan Jatiluhur, Purwakarta, pada Selasa, 12 Agustus 2025.
Kasus ini menjadi viral dan memicu kemarahan publik karena sebelum tewas, korban diketahui sudah berulang kali mencari perlindungan dengan melaporkan ancaman yang diterimanya, namun usahanya sia-sia.
Kematian Dea meninggalkan luka mendalam dan sederet pertanyaan tentang bagaimana sistem perlindungan warga sipil berjalan.
Berikut adalah rangkuman fakta dan kronologi pilu yang menimpa Dea Permata Karisma, dari teror yang menghantui hingga akhir hidupnya yang tragis.
1. Ditemukan Tewas Bersimbah Darah oleh ART
Detik-detik mengerikan penemuan jasad Dea pertama kali diungkap oleh asisten rumah tangganya (ART).
Pada Selasa siang itu, sang ART berlari keluar rumah dengan panik sambil berteriak histeris bahwa majikannya telah dibunuh.
Sontak, teriakan tersebut mengundang perhatian para tetangga dan warga sekitar yang kemudian bergegas mendatangi lokasi kejadian dan menemukan Dea sudah tak bernyawa dalam kondisi mengenaskan.[1]
Baca Juga: Dea Tewas Penuh Tusukan, DPR Desak Kapolda Jabar: Pecat Anggota jika Terbukti Abaikan Laporan Korban
2. Luka Tusuk di Sekujur Tubuh
Saat ditemukan, kondisi Dea sangat memprihatinkan. Tubuhnya bersimbah darah dan terdapat banyak luka tusukan.
Pihak kepolisian dari Polres Purwakarta yang tiba di lokasi segera melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Tim identifikasi bekerja untuk mengumpulkan bukti-bukti, dan jenazah korban langsung dibawa untuk proses autopsi guna memastikan penyebab pasti kematian serta mengidentifikasi seluruh luka yang ada.
3. Teror Mencekam Berbulan-bulan Sebelum Kematian
Kematian Dea bukanlah insiden yang terjadi tiba-tiba. Menurut keterangan pihak keluarga, terutama orang tuanya, Dea telah hidup dalam bayang-bayang teror selama berbulan-bulan.
Ancaman yang diterimanya tidak main-main dan terus meningkat eskalasinya. Semua ini menunjukkan bahwa ada niat jahat yang sudah direncanakan sejak lama terhadap korban.
4. Rangkaian Aksi Teror yang Meningkat
Teror yang dialami Dea dimulai dari aksi-aksi yang meresahkan. Awalnya, rumahnya menjadi sasaran pelemparan cat.
Tidak berhenti di situ, pelaku menjadi semakin berani hingga pernah nekat menerobos masuk ke dalam kediaman korban.
Beruntung, saat itu aksinya terpergok oleh ART sehingga pelaku berhasil melarikan diri. Puncaknya, Dea menerima pesan singkat eksplisit melalui WhatsApp yang berisi ancaman pembunuhan.
5. Laporan Ancaman yang Diduga Kuat Diabaikan
Inilah poin yang paling memicu kemarahan publik. Merasa nyawanya benar-benar dalam bahaya, Dea tidak tinggal diam.
Ia telah berusaha mencari keadilan dan perlindungan dengan melaporkan serangkaian teror dan ancaman pembunuhan tersebut ke Polsek Jatiluhur.
Namun, menurut berbagai sumber, laporan tersebut tidak mendapatkan tindak lanjut yang semestinya dari pihak berwenang.
Pengabaian inilah yang dinilai sebagai kelalaian fatal yang berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
6. Aktivitas Terakhir Korban Sebelum Ditemukan Tewas
Sebelum tragedi terjadi, Dea masih terlihat beraktivitas seperti biasa. Seorang saksi mata yang merupakan tetangganya mengaku masih melihat korban pada sekitar pukul 10.00 WIB pagi di hari kejadian.
Saat itu, Dea tampak normal dan diduga hendak pergi membeli sayur, sebuah rutinitas biasa yang tak disangka menjadi momen terakhirnya terlihat hidup oleh para tetangga.
7. Kemarahan Publik dan Banjir Hujatan di Media Sosial
Setelah kabar kematian Dea dan dugaan pengabaian laporannya menyebar luas, reaksi keras dari publik tak terhindarkan.
Akun media sosial Instagram resmi milik Polsek Jatiluhur seketika "diserbu" dan dibanjiri komentar pedas dari warganet.
Banyak yang menuntut pertanggungjawaban dan tindakan tegas terhadap oknum aparat yang diduga lalai dalam menjalankan tugasnya melindungi masyarakat, sebuah sentimen yang kini menjadi bola panas dan menuntut investigasi internal yang transparan dari pihak kepolisian.