Lebih dari sekadar pembelaan, Dedi Mulyadi mengungkap filosofinya dalam bermedia sosial. Ia tidak ingin terjebak mengikuti arus atau sekadar menjadi pengekor. Ia memilih jalannya sendiri untuk menjadi penentu tren.
"Kenapa sih mempengaruhi pikiran publik? Karena saya dulu bermedia sosial itu tidak mau mengikuti arus. Saya tidak mau jadi follower. Saya ingin menjadi trend setter," tegasnya.
Baginya, reaksi negatif atau ketidaksukaan publik atas kontennya yang dianggap "kembali ke zaman batu" bukanlah masalah. Ia meyakini pentingnya edukasi melalui medium apa pun, meski harus berhadapan dengan cibiran.
"Orang mau benci, mau tidak suka terhadap apa yang saya tampilkan tidak ada masalah. Tetapi saya ingin di media sosial itu ada orang yang bekerja mengedukasi publik tentang berbagai hal," ujar KDM.
Persoalan dari edukasi yang disampaikannya itu ternyata menimbulkan reaksi negatif, ketidaksukaan dianggap kembali ke zaman batu tidak menjadi masalah bagi Dedi.
"Bagi saya enggak ada urusan. Walaupun disuruh kembali ke zaman batu, tetap batu diperlukan. Bangun rumah harus pakai batu, masak juga ada yang pasti pakai batu," ujarnya.