Suara.com - Demo Pati menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mengobarkan semangat daerah lain yang bernasib sama.
Pada Kamis, 14 Agustus 2025, akun X @MurtadhaOne1 membagikan video yang memperlihatkan warga Banyuwangi mulai bergerak.
"Alhamdulillah datang lagi bantuan," ujar seorang pria yang merekam video.
Dalam video tersebut, beberapa pria tampak menurunkan kardus-kardus berisi bantuan logistik.
"Posko menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan. Posko rakyat," lanjut perekam video.
Sebuah posko dengan banner merah didirikan di depan Kantor Bupati Banyuwangi.
Apabila Pati 250 persen, Banyuwangi dikabarkan menaikkan PBB sebesar 200 persen.
Oleh sebab itu, banner-nya bertuliskan 'Posko Rakyat. Menolak kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan 200 persen (tiga kali lipat)'.
Lebih lanjut, dalam video yang beredar, diungkap bahwa bantuan logistik berasal dari kelurahan Kampung Mandar.
Baca Juga: Pati Berontak! Pengamat Ungkap DNA Perlawanan Warga yang Tak Bisa Diremehkan
"Ini juragan ikan dari Kampung Mandar," goda perekam video.
"Senior saya itu," sahut pria lain.
Nama Iksan Skuter pun disebut. Namun belum diketahui pasti yang dimaksud adalah musisi Iksan Skuter atau pria yang bernama sama.
"Ini bapak koordinator kita. Bapak Iksan Skuter," tutup perekam video.
Demo kenaikan PBB di Pati mengungkap bahwa sejumlah daerah mengalami hal serupa.
Selain Pati dan Banyuwangi, PBB di Jombang, Kabupaten Semarang, Cirebon, Kabupaten Bone, dan Kota Malang kabarnya juga naik.
Menanggapi rencana perlawanan di Banyuwangi menyusul yang telah berlangsung di Pati, warganet tampak memberikan dukungan.
"Kesabaran memang ada batasnya," komentar akun @manusiaromb***.
"Dari sabang sampai merauke, bergerak melawan ketidakadilan," sahut akun @WisanggeniL***.
"Kita selaku masyarakat Indonesia, mendukung gejolak yang ditimbulkan oleh kebijakan goblok pejabat pemerintah," balas akun @AganKar***.
Dari akun Instagram @bwi.info, terungkap bahwa Posko Rakyat Banyuwangi telah berdiri sejak 11 Agustus 2025 sebelum demo Pati.
"Selain bantuan air mineral, kita dapat bantuan sound system," ujar perekam video yang diketahui berasal dari akun TikTok @choirulhidayanto.
Sementara itu, pada 13 Agustus 2025, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi membantah kabar kenaikan PBB 200 persen,
Bantahan itu disampaikan Guntur Priambodo selaku Sekretaris Daerah Banyuwangi.
"Kami memastikan tidak ada kenaikan tarif PBB-P2," tulis Guntur Priambodo kepada Tempo.
Menurut Guntur Priambodo, Pemkab Banyuwangi tidak berencana menaikkan Pendapatan Asli Daerah melalui PBB.
Hal yang sama juga dinyatakan Samsudin selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah Banyuwangi.
Menurut Samsudin, Pemkab Banyuwangi sama sekali tidak pernah membahas rencana kenaikan tarif PBB.
Yang diketahui Samsudin justru Kementerian Dalam Negeri merekomendasikan single tarif PBB sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2024.
Namun Pemkab Banyuwangi memilih tetap menggunakan multitarif yang diatur dalam Pasal 9 seperti sebelumnya.
"Jadi, tidak ada perubahan dari tahun sebelumnya. Penghitungan masih menggunakan yang lama," tegas Samsudin.
Sebagai informasi, warga Pati menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatannya terkait kebijakan menaikkan tarif PBB hingga 250 persen.
Bukan karena itu saja, respons arogan Bupati Sudewo terhadap kritik warga membuat sekitar 100 ribu demonstran menuntutnya mundur.
Jumlah tersebut lebih dari yang 'diminta' Bupati Sudewo yaitu 50 ribu demonstran.
Bupati Sudewo sendiri sudah membatalkan kenaikan PBB dan meminta maaf kepada warga Pati.
Saat menemui para demonstran, Bupati Sudewo berjanji akan melakukan perbaikan.
Sayangnya maaf tersebut sulit didapatkan Bupati Sudewo lantaran sebelumnya juga menghentikan 220 pegawai RSUD Pati tanpa pesangon.
DPRD Pati pun telah membentuk panitia khusus angket untuk membahas pemakzulan Bupati Sudewo.
Di sisi lain, Syafruddin Karimi selaku Ekonom dari Universitas Andalas mengungkap demo di Pati sebenarnya akibat pemangkasan anggaran dari pemerintah pusat.
Presiden Prabowo Subianto diketahui memangkas anggaran transfer ke daerah sebesar Rp50 triliun pada 2025.
Maka dari itu, pemerintah di sejumlah daerah menggenjot pendapatan lokal mereka, salah satunya melalui kenaikan PBB.
Kontributor : Neressa Prahastiwi