Surat Gen Z untuk Pahlawan Kemerdekaan: Terima Kasih, Tapi Musuh Kami Sekarang Bangsa Sendiri

Dwi Bowo Raharjo Suara.Com
Sabtu, 16 Agustus 2025 | 18:50 WIB
Surat Gen Z untuk Pahlawan Kemerdekaan: Terima Kasih, Tapi Musuh Kami Sekarang Bangsa Sendiri
Gen Z berterima kasih kepada pejuang kemerdekaan. (Suara.com/Nur Saylil Inayah)

Suara.com - Bayangkan, para pahlawan kemerdekaan bisa menerima pesan dari masa depan. Tepat di HUT ke-80 Kemerdekaan RI, suara-suara Generasi Z—generasi yang lahir di era kebebasan—menggema lewat "surat imajiner".

Isinya? Ucapan terima kasih yang tulus, harapan yang membuncah, sekaligus kritik pedas tentang kondisi Indonesia hari ini.

Lewat 'surat' ini, mereka seolah bertanya langsung kepada para pendahulu: "Apakah Indonesia yang sekarang adalah Indonesia yang kalian impikan?"

"Terima kasih atas kemerdekaan Ini..." pesan pertama yang mereka sampaikan adalah rasa syukur yang mendalam.

Gen Z sadar, kebebasan yang mereka nikmati—mulai dari bebas berekspresi di media sosial hingga mengejar mimpi—adalah hasil dari darah dan air mata para pejuang.

“Terima kasih sudah memperjuangkan Indonesia,” ujar Nada dengan senyum tulus, seolah pesannya bisa menembus ruang dan waktu.

Hal senada diungkapkan satu gen z dari Solo. "Terima kasih banyak buat para pejuang di masa lampau. Bekalnya, perjuangannya, dan kemerdekaannya terasa banget sampai sekarang," kata Vido.

Harapan agar Indonesia terus maju juga menjadi benang merah. "Aku berharap, Indonesia bisa berkembang sesuai dengan apa yang dicita-citakan," ucap Julia, menyuarakan mimpi generasinya.

Tapi, Musuh Kami Kini Bangsa Sendiri

Baca Juga: Rahasia Pakaian Adat Prabowo di HUT RI ke-80: Provinsi Mana yang Dipilih?

Namun, di balik rasa syukur itu, tersimpan keresahan yang tak bisa disembunyikan. Gen Z melihat kemerdekaan yang diraih dengan susah payah kini terancam, bukan oleh tentara asing, melainkan oleh bangsanya sendiri.

"Musuh kita bukan lagi para penjajah, tapi para penyebar hoaks, koruptor, dan pemecah belah di media sosial," tegas Vido.

Nada, seorang perempuan berusia 22 tahun, menyoroti ironi kebebasan berpendapat. Di satu sisi, media sosial memberinya ruang, namun di sisi lain, ancaman nyata membayangi mereka yang berani bersuara, terutama jurnalis.

“Masih ada orang nulis berita terus dikuntit, dipepet, dan ditendang. Ada juga yang sampai diteror kepala babi. Ancaman itu bukan cuma buat mereka, tapi juga buat kita yang punya hak untuk tahu kebenaran," ungkapnya cemas.

Revan dari Jakarta Timur menambahkan dengan getir, "Sangat disayangkan kemerdekaan yang dulu diperjuangkan tidak sepenuhnya dijaga dengan baik. Kita tidak lagi melawan bangsa asing, tapi melawan bangsa sendiri lewat korupsi, kesenjangan sosial, dan hukum yang tumpul ke atas."

Ilustrasi Pahlawan Nasional Indonesia (Wikipedia)
Ilustrasi Pahlawan Nasional Indonesia (Wikipedia)

Nasionalisme Luntur, Pembangunan Belum Rata

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI