Kekhawatiran lain muncul dari Naufal di Jakarta. Ia merasa semangat kebangsaan di kalangan anak muda mulai terkikis.
"Aku merasakan, generasi muda yang punya jiwa nasionalis dan patriotis semakin berkurang," katanya. "Ini bisa jadi tamparan bagi kita semua untuk lebih peduli dengan negara ini."
Kritik tajam juga datang dari sisi pembangunan. Julia, yang berharap Indonesia maju, melihat kenyataan di lapangan seringkali jauh dari ideal. "Aku melihat pembangunan masyarakat dan infrastruktur masih banyak yang belum maksimal," jelasnya.
Perjuangan Ini Belum Selesai
Meski sarat dengan kritik dan keresahan, surat ini bukanlah tanda menyerah. Justru, Gen Z menutupnya dengan sebuah janji—bahwa mereka akan melanjutkan perjuangan.
“Kami sadar bahwa kemerdekaan bukan hanya kebebasan, tapi juga sebuah tanggung jawab,” kata Revan.
Nada ikut menegaskan, "Semangat perjuangan kalian jadi alasan kami untuk terus memperjuangkan Indonesia yang lebih sejahtera."
Janji paling lantang datang dari Vido. Ia sadar, tugas generasinya adalah melawan musuh-musuh baru kemerdekaan.
“It is our job, our responsibility, untuk memerangi itu semua. Bukan sebagai pahlawan masa lampau, tapi sebagai pejuang masa kini yang berani melawan mentalitas para penghambat kemerdekaan. Aku berjanji, nggak cuma menikmati kemerdekaan, tapi juga mempertahankannya sampai akhir hayat,” kata dia.
Baca Juga: Rahasia Pakaian Adat Prabowo di HUT RI ke-80: Provinsi Mana yang Dipilih?
Surat dari masa depan ini adalah cermin jujur dari sebuah generasi. Mereka punya api perjuangan yang sama, hanya medannya yang berbeda. Bukan lagi angkat senjata, melainkan pertarungan gagasan, integritas, dan keberanian.
Artikel ini khusus dibuat Redaksi Suara.com dalam rangka perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia.
Reporter : Nur Saylil Inayah