OTT Noel Wamenaker: 'Hadiah' Jabatan dari Jokowi yang Berakhir Pahit?

Tasmalinda Suara.Com
Kamis, 21 Agustus 2025 | 12:17 WIB
OTT Noel Wamenaker: 'Hadiah' Jabatan dari Jokowi yang Berakhir Pahit?
Wamenaker Immanuel Ebenezer .

Suara.com - Immanuel Ebenezer, atau Noel, sang panglima jalanan yang dulu suaranya lantang meneriakkan anti-korupsi dan membela Presiden Joko Widodo hingga titik darah penghabisan, kini tersungkur tak berdaya.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan ini terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK, lembaga yang dulu menjadi pujaannya.

Penangkapan pada Kamis (21/8) ini bukan sekadar berita kriminal.

Ini adalah sebuah elegi, kisah tragis tentang seorang aktivis idealis yang masuk ke dalam labirin kekuasaan dan tak menemukan jalan keluar.

Ini adalah runtuhnya sebuah simbol, sebuah pukulan telak bagi narasi bahwa api perjuangan di jalanan bisa tetap menyala terang di dalam istana yang dingin.

[Dari Garda Terdepan Jokowi Mania Menuju Rompi Oranye

Untuk memahami betapa dahsyatnya kejatuhan ini, kita harus melihat kembali siapa Noel sebenarnya. Ia bukanlah politisi karir yang licin.

Ia adalah produk murni dari gerakan jalanan. Sebagai Ketua Umum Jokowi Mania (JoMan), ia adalah garda terdepan, "tameng hidup" yang paling militan bagi Jokowi.

Saat citra presiden diserang, suaranya yang paling keras membela. Saat kebijakan dikritik, narasinya yang paling gigih meluruskan.

Baca Juga: Immanuel Ebenezer: Saya Lebih Baik Kehilangan Jabatan

Penunjukannya sebagai Wamenaker pada Juni 2025 adalah puncak dari loyalitasnya.

Namun, banyak yang melihatnya sebagai "hadiah" transaksional, sebuah praktik yang mengkhawatirkan di mana aktivisme dibarter dengan jabatan.

Kini, "hadiah" itu berubah menjadi bumerang paling mematikan. Perjalanannya dari panglima relawan kini berada di persimpangan paling krusial, dengan satu jalur mengarah langsung ke rompi oranye tahanan KPK.

Mengintip Dapur 'Basah' di Kementerian Ketenagakerjaan

Meskipun KPK belum merilis detail kasusnya, sumber internal mengarahkan sorotan pada dugaan suap terkait proyek dan perizinan di Kemenaker.

Kejatuhan Noel adalah pelajaran yang sangat mahal bagi seluruh gerakan sosial dan politik di Indonesia.

Kasus ini seolah menjadi pembenaran paling telak bagi adagium Lord Acton: "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely." Kekuasaan, dengan segala fasilitas, privilese, dan godaannya, terbukti mampu melunakkan tulang punggung yang paling keras sekalipun.

Di media sosial, tsunami reaksi publik tak terhindarkan.

Kekecewaan dari para pendukungnya bercampur dengan sorak sorai sinis dari lawan-lawan politiknya.

Ini bukan lagi soal Noel sebagai individu, tetapi tentang sebuah pertanyaan yang lebih fundamental: Mungkinkah membawa perubahan dari dalam tanpa ikut tercemar oleh sistem itu sendiri?

Kini, nasib Immanuel Ebenezer berada di tangan KPK.

Namun, warisan dari kasusnya akan jauh lebih panjang. Ini adalah pengingat abadi tentang betapa tipisnya garis antara menjadi seorang pahlawan dan menjadi seorang pesakitan.

Pada akhirnya, apakah ini bukti bahwa sistem kekuasaan yang korup mampu menelan siapa saja, bahkan seorang aktivis idealis?

Ataukah ini sekadar kisah klasik tentang individu yang goyah di hadapan godaan?

Sampaikan analisis mendalam Anda di kolom komentar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI