“Kalau menurut saya bukan soal normative, tapi realitasnya tidak mungkin. Karena presidennya pasti akan melindungi wakilnya. Kuncinya itu di presiden, karena dialah yang memegang kendali koalisi KIM,” jelasnya.
Dengan kekuatan politik yang menguasai mayoritas parlemen, Prabowo memiliki posisi yang sangat kuat untuk membentengi pemerintahannya.
“Jadi 2/3 DPR, 2/3 MPR itu ada ditangan koalisi, yang dipimpin oleh Ketua Umum Partai Gerindra, yang adalah presiden. Presiden itu saat capres juga yang memilih calon wakilnya itu, sehingga pasti dia akan melindungi. Sehingga selama 5 tahun ini akan terus bergulir, termasuk sikap kepada Jokowi,” sambungnya.
Atas dasar itu, Jimly menyimpulkan bahwa polemik ini kemungkinan besar baru akan mereda pada tahun 2029.
Ia juga pesimis bahwa putusan pengadilan, apapun hasilnya nanti, akan dapat memuaskan semua pihak.
“Ini akan berlangsung sampai 2029,” ujarnya. “Apapun nanti Keputusan dari proses peradilan, pasti nanti tidak akan memuaskan pihak yang dikalahkan,” imbuhnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto sendiri sempat menunjukkan keheranannya atas isu ijazah Jokowi yang terus-menerus dipersoalkan.
Dalam sebuah Sidang Kabinet Paripurna pada 5 Mei 2025, ia bahkan berkelakar bahwa ijazahnya sendiri bisa menjadi sasaran berikutnya.
“Masalah ijazah dipersoalkan, nanti ijazah saya ditanya – tanya, iya kan?,” ucap Prabowo saat itu.
Baca Juga: Firdaus Oiwobo Bentuk Organisasi Termul untuk Dukung Jokowi, Logonya Pakai Hewan Simpanse
Prabowo Bantah Jadi Presiden Boneka
Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto juga menepis tudingan bahwa dirinya adalah presiden boneka yang dikendalikan oleh Jokowi.
Ia menjelaskan bahwa komunikasinya dengan Jokowi lebih bersifat konsultasi, mengingat pengalaman Jokowi memimpin negara selama 10 tahun.
“Saya dibilang presiden boneka, saya dikendalikan oleh Pak Jokowi, seolah Pak Jokowi tiap malam telepon saya, saya katakan itu tidak benar,” sebut Prabowo.
Prabowo menambahkan bahwa ia tidak hanya berkomunikasi dengan Jokowi, tetapi juga dengan para presiden pendahulunya, seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri, untuk mendapatkan masukan.
Kontributor : Kanita