- Pertumbuhan 5,12% tak sejalan kesejahteraan rakyat.
- Proyek padat modal minim serap tenaga kerja.
- Rupiah lemah akibat masalah internal ekonomi.
Suara.com - Di tengah klaim keberhasilan pemerintah menjaga stabilitas ekonomi, kritik tajam justru datang dari mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong.
Pria yang akrab disapa Tom Lembong ini secara terbuka mempertanyakan kualitas pertumbuhan ekonomi 5,12% yang sering dibanggakan, sekaligus membongkar penyebab utama anjloknya nilai tukar Rupiah yang menurutnya bukan semata-mata karena faktor eksternal.
Dalam sebuah diskusi di siniar (podcast) bersama Leon Hartono, Tom Lembong menyoroti bahwa angka pertumbuhan yang tinggi tidak selalu sejalan dengan kesejahteraan riil masyarakat, terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja.
Pertumbuhan Ekonomi 5,12%: Berkualitas atau Sekadar Angka?
Tom Lembong menguliti narasi pertumbuhan ekonomi pemerintah dengan membedakan antara pertumbuhan yang didorong oleh proyek padat modal dan sektor padat karya.
Menurutnya, tolok ukur keberhasilan ekonomi yang sesungguhnya adalah peningkatan penyerapan tenaga kerja dan produktivitas.
"Pertumbuhan ekonomi seharusnya diukur dari peningkatan jumlah pekerja dan produktivitas," ujar Tom Lembong dikutip dari YouTube pada Selasa (26/8/2025).
Ia menegaskan bahwa proyek-proyek raksasa yang menelan investasi besar memang berkontribusi signifikan pada Produk Domestik Bruto (PDB), namun minim dalam penyerapan tenaga kerja.
Hal ini, menurutnya, menciptakan sebuah anomali di mana ekonomi tumbuh secara angka, tetapi tidak dirasakan oleh banyak orang yang mencari pekerjaan.
Baca Juga: Ekonom Soroti Jeritan Rakyat Kecil: Subsidi Dicabut, PBB Mencekik, Insentif Mengalir ke Orang Kaya
Sebaliknya, ia menunjuk sektor jasa dan UMKM sebagai tulang punggung penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
"Sektor jasa menyerap lebih banyak tenaga kerja dibandingkan pabrik besar, meskipun kontribusinya terhadap PDB tidak sebesar proyek padat modal," tambahnya.
Contoh sederhana seperti mal, salon, atau ribuan UMKM lainnya terbukti lebih efektif dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas.
Bukan Salah Dolar, Tom Lembong Ungkap Biang Kerok Internal Rupiah
Analisis tajam Tom Lembong tidak berhenti pada masalah pertumbuhan. Ia juga mengupas tuntas pelemahan nilai tukar Rupiah yang terus terjadi.
Ia menolak dalih bahwa pelemahan ini murni disebabkan oleh penguatan Dolar AS atau faktor global lainnya. Baginya, akar masalah justru berada di dalam negeri.
"Pelemahan Rupiah dalam jangka panjang disebabkan oleh struktur ekonomi yang tidak efisien (high-cost economy), inflasi tinggi, dan persepsi risiko yang membuat investor meminta bunga lebih tinggi," kata Tom Lembong.
Pernyataan ini secara langsung menunjuk adanya masalah fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia.
Ia merinci keluhan yang sering didengarnya dari investor asing, seperti masalah perpajakan yang tidak konsisten, regulasi yang abu-abu dan tumpang tindih, hingga kualitas keterampilan tenaga kerja yang masih rendah.
Faktor-faktor inilah yang menciptakan "persepsi risiko" tinggi, membuat investor enggan menanamkan modalnya dalam jangka panjang dan pada akhirnya menekan Rupiah.
Pandangan kritis Tom Lembong ini menyiratkan bahwa solusi untuk tantangan ekonomi Indonesia tidak cukup hanya dengan menggenjot proyek-proyek mercusuar.
Diperlukan perbaikan fundamental pada iklim investasi, efisiensi birokrasi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk membangun fondasi ekonomi yang kuat dan berkelanjutan.