Suara.com - Ramang nyaris tak diperhitungkan di lapangan, karena tingginya hanya 156 sentimeter. Tetapi, tubuh mungilnya justru menyembunyikan kekuatan.
Tendangannya keras. Punya dribel mematikan dan sundulannya ke arah gol tajam.
Lawan-lawannya yang jangkung dan kekar sering kali dibuat tak berdaya. Julukan "Si Kurcaci Pembunuh" pun melekat.
Era 1950-an adalah masa sepak bola yang keras. Peraturan tidak seketat sekarang, dimana pelanggaran kasar kerap dianggap wajar.
Namun, Ramang tetap bisa menembus pertahanan lawan. Mencetak gol dari sudut dan cara apa saja.
Dalam sebuah turnamen di Asia pada 1953, ia mencetak 19 gol hanya dalam lima pertandingan bersama Timnas Indonesia.
FIFA kemudian mengenalnya sebagai salah satu pemain terbaik Asia pada era 1950-an.
"Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi sudah ada sejak 1950-an bernama Andi Ramang, berasal dari Indonesia," tulis FIFA dalam salah satu artikelnya.
Dua dekade setelah wafatnya pada tahun 2012, federasi sepak bola dunia itu bahkan menuliskan sebuah tajuk khusus bertema "pemain yang menginspirasi".
Baca Juga: Crazy Rich Kalimantan Dapat Bintang Kehormatan dari Presiden, Haji Isam Jasanya Apa?
Dalam laman resminya, FIFA menulis nama Rusli Ramang--lebih akrab disapa Andi Ramang--sebagai legenda yang pernah membuat kiper Lev Yashin jatuh bangun menahan bola.
Kala itu, Indonesia menghadapi Uni Soviet di perempat final Olimpiade Melbourne tahun 1956. Timnas yang diperkuat Ramang berhasil menahan imbang dengan skor 0-0.
Lev Yashin yang dijuluki The Black Spider, kiper legendaris Uni Soviet bahkan dibuat kerepotan menghadapi tembakan-tembakan keras Ramang.
Namun, di pertandingan ulang, dua hari kemudian, Indonesia harus mengakui keunggulan Uni Soviet dengan skor 0-4.
FIFA menulis, jika saja bukan karena ketangkasan Yashin, Uni Soviet mungkin sudah dipermalukan oleh Indonesia di Olimpiade.
Bagi FIFA, catatan Ramang tidak main-main. Tercatat dari 397 penampilan, tercipta 316 gol.
Rasio golnya mencapai 79,5 persen yang menobatkannya sebagai predator sejati di lapangan hijau.
Dari Tukang Becak Jadi Pemain Terkenal
Ramang lahir pada 24 April 1924 di Barru, Sulawesi Selatan, dari keluarga miskin. Ayahnya seorang nelayan. Pendidikan formalnya hanya sebatas sekolah dasar (SD).
Sejak kecil, ia membantu ekonomi keluarga dengan mengayuh sepeda hingga 50 kilometer untuk berdagang ikan.
Setelah menikah, hidupnya tetap keras, Ramang mencari nafkah sebagai tukang becak.
Takdir membawanya ke Makassar. Dengan becak dan istrinya, ia merantau.
Di kota itu, ia berkenalan dengan Andi Matalatta, tokoh sepak bola Sulawesi Selatan yang mengorbitkan namanya.
Ramang sempat bermain untuk Persis (bukan Persis Solo) sebelum akhirnya memperkuat Bond Makassar, cikal bakal PSM Makassar.
Namun, bergabung dengan klub besar tak serta-merta membuatnya mapan. Ramang tetap mengayuh becak dan menjadi kernet truk demi menyambung hidup.
Sayangnya, jalan hidup Ramang tidak selalu mulus. Pada tahun 1961, ia dituduh terlibat pengaturan skor dalam laga Persebaya Surabaya melawan PSM Makassar.
Tanpa bukti yang kuat, ia dijatuhi hukuman larangan bermain seumur hidup. Hukuman itu memang dicabut setahun kemudian, tetapi pamornya sudah terlanjur redup.
Ramang akhirnya pensiun pada tahun 1968, di usia 40 tahun. Ia sempat menjadi pelatih di sejumlah klub, termasuk PSM, tetapi keterbatasan pendidikan membuatnya sulit mendapat sertifikat kepelatihan.
Perlahan, legenda itu tersingkir dari panggung utama sepak bola nasional.
Dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Jasa
Ramang menjalani hari tuanya dalam kesulitan.
Selama enam tahun, ia mengidap penyakit paru-paru, tapi tak punya cukup biaya untuk berobat.
Pada 26 September 1987, setelah pulang melatih PSM dalam kondisi hujan-hujanan, penyakitnya kambuh.
Ia lalu wafat di rumah sederhana yang ia tinggali bersama anak dan cucunya, 19 orang dalam satu atap.
Di Makassar, jenazah Ramang dimakamkan di TPU Panaikang.
Walau telah tiada, warisannya tetap hidup. Sebuah patung dirinya pernah berdiri di Lapangan Karebosi, lalu dipindahkan ke kawasan Pantai Losari, dekat Masjid Amirul Mukminin. Sosok itu kini menjadi ikon kota.
Kini, 38 tahun setelah kepergiannya, nama Ramang tetap harum. FIFA menuliskannya sebagai bukti bahwa bakat besar bisa muncul dari mana saja, bahkan dari tukang becak yang hanya sekolah sampai SD.
"Ramang adalah pesepak bola hebat yang pernah ada, berasal dari Makassar, Indonesia. Mungkin suatu saat akan muncul Ramang yang lain," tulis FIFA.
Kemarin, Presiden Republik Indonesia menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Jasa kepada Ramang.
Sebuah pengakuan negara yang mungkin datang terlambat, tapi jadi pengingat bahwa Indonesia pernah memiliki seorang "kurcaci yang mampu menaklukkan raksasa".
Kontributor : Lorensia Clara Tambing