- Adies Kadir dinonaktifkan dari anggota DPR per 1 September 2025.
- Penonaktifan tersebut diduga buntut dari pernyataan kontroversialnya terkait kenaikan tunjangan DPR.
- Anggota DPR yang dinonaktifkan tetap berhak menerima gaji pokok dan tunjangan, karena tidak dipecat atau di-PAW.
Suara.com - Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar Adies Kadir dinonaktifkan dari anggota DPR per Senin, 1 September 2025. Setelah dinonaktifkan, apakah Adies Kadir masih menerima gaji dan tunjangan?
Pengumuman dinonaktifkannya Adies Kadir disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar Sarmuji, Minggu (31/8/2025). Penonaktifan Adies tersebut, kata Sarmuji, dalam rangka pendisiplinan dan etika sebagai anggota dewan.
"Menonaktifkan saudara Adies Kadir sebagai Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, terhitung sejak Senin, 1 September 2025," kata Sarmuji kepada wartawan.
Hal ini diduga sebagai buntut dari pernyataan Adies soal tunjangan DPR yang mengalami kenaikan.
Ia meneruskan bahwa Golkar akan selalu mendengar aspirasi masyarakat.
"Mencermati dinamika masyarakat yang berkembang belakangan ini, DPP Partai Golkar menegaskan bahwa aspirasi rakyat tetap menjadi acuan utama perjuangan Partai Golkar."
Menurut Sarmudji, Partai Golkar merupakan kristalisasi semangat kerakyatan yang berdasar pada cita-cita nasional.
"Seluruh kiprah partai sesungguhnya merupakan kristalisasi dari semangat kerakyatan yang berlandaskan pada cita-cita nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945," ujar Sarmuji.
Selain itu, ia juga menyampaikan bela sungkawa dan duka cita atas meninggalnya sejumlah pihak dalam aksi demonstrasi yang terus berkecamuk dalam beberapa Waktu terakhir.
Baca Juga: Misbhakun DPR Tetap Minta Rakyat Bayar Pajak: Kan Banyak yang Digaji Pakai Uang Itu
"DPP Partai Golkar menyampaikan rasa duka cita mendalam atas meninggalnya sejumlah warga negara Indonesia dalam berbagai peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini ketika mereka memperjuangkan aspirasi," tambahnya.
Sebelumnya, nama Adies Kadir menjadi buah bibir lantaran pernyataannya mengenai tunjangan DPR yang mengalami kenaikan. Ia menyebut adanya kenaikan tunjangan bagi Anggota DPR, yakni tunjangan beras yang naik menjadi Rp12 juta dari Rp10 juta.
Kemudian tunjangan transportasi atau uang bensin yang naik menjadi Rp7 juta, dari sebelumnya hanya Rp4 juta - Rp5 juta.
"Jadi yang naik cuma tunjangan itu saja yang saya sampaikan tadi, tunjangan beras karena kita tahu beras telur juga naik, mungkin Menteri Keuangan juga kasihan dengan kawan-kawan DPR. Jadi dinaikkan, dan ini juga kami ucapkan terima kasih dengan kenaikan itu," katanya, beberapa waktu lalu.
Namun tak berselang lama, ia menganulir pernyataannya tersebut. Ia kemudian menegaskan bahwa tidak ada kenaikan tunjangan beras maupun tunjangan bensin untuk Anggota DPR RI.
"Saya ingin klarifikasi terkait dengan kemarin ada beberapa hal yang saya salah memberikan data. Setelah saya cek di Ke Sekjenan, ternyata tidak ada kenaikan, baik itu gaji maupun tunjangan seperti saya sampaikan," katanya.
Dengan dinonaktifkannya Adies, maka sudah 5 Anggota DPR yang resmi diberhentikan sementara.
Sebelum Adies, ada nama Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya dan Eko Patrio. Para anggota dewan ini diberhentikan karena pernyataannya yang kontroversial sehingga bikin geram rakyat.
Apakah Anggota DPR Non-Aktif Tetap Dapat Gaji dan Tunjangan?
Para anggota DPR yang dinonaktifkan masih berhak mendapatkan gaji karena tidak dipecat. Di samping itu, mereka juga tidak melewati prosedur pergantian antarwaktu atau PAW.
Pergantian Antarwaktu (PAW) sendiri merupakan mekanisme hukum untuk mengganti anggota DPR dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang berhenti karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau alasan lain yang diatur undang-undang, seperti diberhentikan partai politik.
Menurut Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, anggota DPR yang diberhentikan sementara tetap berhak menerima gaji pokok dan tunjangan selama masa nonaktif.
Anggota yang diberhentikan sementara tetap mendapatkan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, begitu bunyi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 Pasal 19 ayat 1.
Namun demikian, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Muhammad Sarmuji mengklaim, dengan status non-aktif sebagai fraksi Golkar di DPR maka memiliki konsekuensi logis, terutama terkait hak keuangan seperti gaji darn tunjangan.
menegaskan bahwa status keanggotaan di DPR memiliki konsekuensi logis yang jelas, termasuk terkait hak-hak keuangan berupa gaji dan tunjangan.
“Anggota DPR yang dinyatakan nonaktif semestinya berkonsekuensi logis, tidak menerima gaji dan termasuk segala bentuk tunjangan. Itulah bedanya antara Anggota DPR yang aktif dengan yang nonaktif. Jika belum ada rujukan berkaitan dengan ini, MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) dapat membuat keputusan yang menjadi pegangan bagi Sekretariat Jenderal [DPR RI],” ujar Sarmuji dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 3 September 2025.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni