Gurita Korupsi TKA: Rumah Mewah Eks Pejabat Kemnaker Disita, Aset Haram Disamarkan Atas Nama Kerabat

Bangun Santoso Suara.Com
Minggu, 28 September 2025 | 14:46 WIB
Gurita Korupsi TKA: Rumah Mewah Eks Pejabat Kemnaker Disita, Aset Haram Disamarkan Atas Nama Kerabat
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo. (Suara.com/Dea)
Baca 10 detik
  • KPK menyita dua aset properti—rumah di Sentul dan kontrakan di Depok—milik Haryanto, mantan Staf Ahli Menaker
  • Aset tersebut diduga dibeli secara tunai dari hasil pemerasan yang totalnya mencapai Rp53,7 miliar
  • Praktik pemerasan ini diduga merupakan skandal besar yang telah berlangsung lama di Kemenaker

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menguliti skandal pemerasan di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terkait izin tenaga kerja asing (TKA). Kali ini, tim penyidik menyita dua aset properti milik Haryanto, mantan Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan era Menaker Yassierli, yang diduga kuat berasal dari uang haram.

Penyitaan ini menjadi bukti baru betapa mengakar dan masifnya praktik korupsi dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Dua aset yang kini berada di bawah penguasaan KPK tersebut berlokasi di pusat pemukiman strategis di sekitar Jakarta.

"Aset tersebut berupa bidang tanah atau bangunan, yaitu kontrakan seluas 90 meter persegi di wilayah Cimanggis, Kota Depok, dan rumah seluas 180 meter persegi di wilayah Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Minggu (28/9/2025).

Menurut Budi, penyitaan yang dilakukan pada pekan lalu ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan pemerasan yang menjadikan Haryanto sebagai salah satu dari delapan tersangka. Modus yang digunakan untuk menyembunyikan hasil kejahatan pun terungkap jelas. Haryanto diduga sengaja membeli properti tersebut menggunakan nama orang lain untuk mengelabui penegak hukum.

"Kedua aset tersebut dibeli secara tunai yang diduga uangnya bersumber dari hasil dugaan tindak pemerasan kepada para agen TKA. Kedua aset tersebut kemudian diatasnamakan kerabatnya," jelas Budi sebagaimana dilansir Antara.

Haryanto dan tujuh tersangka lainnya, yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker, diduga telah menjadi bagian dari sindikat pemerasan yang beroperasi selama bertahun-tahun. Para tersangka ini adalah Suhartono, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Dalam kurun waktu 2019 hingga 2024 saja, komplotan ini diduga berhasil mengumpulkan pundi-pundi uang haram hingga mencapai Rp53,7 miliar. Uang tersebut didapat dengan "memalak" para pemohon RPTKA, sebuah dokumen krusial yang menjadi syarat mutlak bagi TKA untuk bisa bekerja secara legal di Indonesia.

KPK menjelaskan, para tersangka memanfaatkan celah birokrasi. Jika RPTKA tidak diterbitkan oleh Kemenaker, maka izin kerja dan izin tinggal TKA akan terhambat. Konsekuensinya, para TKA akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Kondisi inilah yang memaksa para pemohon untuk "menyetor" sejumlah uang kepada para tersangka demi kelancaran proses.

Yang lebih mengejutkan, KPK mengendus bahwa praktik lancung ini diduga telah berlangsung sejak lama, melintasi tiga periode kepemimpinan menteri. Praktik ini diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2009–2014), berlanjut pada masa Hanif Dhakiri (2014–2019), hingga era Ida Fauziyah (2019–2024).

Baca Juga: Noel Dikabarkan Mau Jadi Justice Collaborator, KPK: Belum Kami Terima

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kedelapan tersangka kini telah mendekam di rumah tahanan KPK setelah ditahan dalam dua gelombang pada 17 dan 24 Juli 2025.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI