- Dosen IPB Meilanie Buitenzorgy memperingatkan publik tentang keberadaan universitas "abal-abal" di luar negeri
- Ia membedakan standar masuk universitas top yang mensyaratkan ijazah setara kelas 12 SMA (A-Level)
- Secara tersirat, Meilanie mengkritik keras riwayat pendidikan seorang pejabat tinggi negara yang dianggapnya "inkonsisten dan ajaib"
Suara.com - Di tengah riuhnya perbincangan publik mengenai latar belakang pendidikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, seorang akademisi muncul dengan analisis tajam. Dosen IPB University, Meilanie Buitenzorgy, secara terbuka memperingatkan masyarakat agar tidak silau dengan label "lulusan luar negeri", karena tidak semua institusi pendidikan di sana memiliki kualitas yang terjamin.
Melalui unggahan di akun Facebook pribadinya, dikutip Selasa (30/9/2025), Meilanie membongkar adanya praktik universitas "abal-abal" yang lebih mementingkan keuntungan finansial daripada standar akademik. Pernyataannya ini sontak viral karena dinilai menyentil langsung polemik yang sedang hangat.
“Yang tidak dipahami oleh orang-orang yang tidak pernah sekolah di LN adalah ada banyak kampus abal-abal di luar negeri," tulis Meilanie di akun Facebook-nya.
Mengutip penjelasan dari Prof. Dr. Surya Mahdi, seorang dosen di University of Bristol, Inggris, Meilanie mengungkap fakta mengejutkan. Di mana ada perguruan tinggi di Inggris yang rela menerima mahasiswa tanpa memiliki ijazah setara SMP, sebuah praktik yang mustahil terjadi di kampus-kampus bereputasi.
“Bayangkan, ada anak teman Prof Mahdi, orang Indonesia, di mana si anak ini tidak punya ijazah SMP, bisa diterima masuk kuliah program Pra-Uni di salah satu Universitas papan bawah di Inggris," ungkap Meilanie.
Ia pun menepis anggapan bahwa penerimaan itu didasari oleh kejeniusan si anak. Menurutnya, motif utamanya adalah murni bisnis.
"Apakah karena anak itu jenius? Sama sekali tidak. Simply karena, kampus-kampus lancung itu perlu mengeruk duit ortu-ortu kaya yang haus status punya anak jenius," tambahnya.
Meilanie menyebut kampus-kampus semacam ini seringkali memasarkan diri dengan slogan degree granting atau "universitas pasti lulus". Ia juga menyoroti peran konsultan pendidikan luar negeri yang kerap mempromosikan jalur-jalur instan dan tidak lazim melalui media sosial.
“Misal cuma punya ijazah O-Level (setara kelas 10 SMA di Indonesia) bisa langsung diterima di Universitas, dan itu valid dalam dunia pendidikan internasional. Ya yang dia maksud itu valid di kampus-kampus abal-abal," katanya.
Baca Juga: Tak Ada Damai, Penggugat Ijazah Gibran, Subhan Palal Beri Syarat Mutlak: Mundur dari Jabatan Wapres!
Untuk memberikan perbandingan, ia menegaskan bahwa universitas top dunia seperti Oxford, Cambridge, hingga National University of Singapore (NUS) dan Nanyang Technological University (NTU) di Singapura memiliki standar yang sangat ketat.
“NUS dan NTU cuma terima mahasiswa yang punya ijazah A-Level (setara kelas 12 SMA di Indonesia)," ujarnya.
Oleh karena itu, Meilanie mengingatkan publik untuk tidak mudah terkagum-kagum jika mendengar ada siswa yang belum lulus SMA namun sudah bisa berkuliah di luar negeri.
“Anak itu mesti kuliah di kampus abal-abal, degree granting Uni alias universitas Pasti Lulus," ucapnya.
"Bahkan untuk masuk ke program Pra-Uni, Pathway, Foundation di kampus-kampus abal-abal itu, kamu tuh nggak ditanya ijazah apa pun. Siapa pun kamu pasti diterima asal bayar," sambung dia.
Pada puncaknya, Meilanie melontarkan sindiran yang sangat tajam, mengarah pada seorang pejabat tinggi di Indonesia. Tanpa menyebut nama, ia mengkritik riwayat pendidikan yang dianggapnya janggal dan inkonsisten.