- Sejumlah sopir ekspedisi melaporkan bahwa jam kerja mereka tidak manusiawi.
- Ika menegaskan bahwa beban kerja yang tidak proporsional ini berdampak langsung pada keselamatan di jalan.
- RBPI berharap pemerintah segera merancang program pelatihan vokasi khusus untuk sopir logistik guna meningkatkan profesionalisme dan keahlian mereka.
Suara.com - Asosiasi sopir logistik mengungkapkan keluhan serius mengenai kondisi kerja yang dinilai tidak manusiawi kepada pimpinan DPR RI dan pemerintah dalam sebuah audiensi pada Rabu (1/10/2025) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Jam kerja yang sangat panjang dan minimnya waktu istirahat disebut-sebut menjadi pemicu banyak sopir terpaksa mengonsumsi doping bahkan narkoba demi menjaga stamina saat bertugas.
Ketua Umum Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI), Ika Rostianti, menjelaskan bahwa sopir logistik harus menempuh perjalanan jauh seperti Jakarta-Surabaya dalam waktu 14 jam, sebuah durasi yang sangat berbahaya dan di luar batas kemampuan manusia.
"Teman-teman dari beberapa ekspedisi melaporkan bahwa jam kerja mereka tidak manusiawi. Dari Jakarta ke Surabaya itu 14 jam, dan itu sangat berbahaya," kata Ika dalam audiensi.
"Setelah itu hampir sebagian sopir logistik itu memakai doping, memakai narkoba. Sekarang enggak masuk akal soalnya Jakarta-Surabaya bisa 14 jam," sambungnya.
Ika menegaskan bahwa beban kerja yang tidak proporsional ini berdampak langsung pada keselamatan di jalan.
Ia mengaku hampir setiap minggu harus menangani 7 hingga 8 laporan kecelakaan yang menimpa anggotanya di sektor logistik.
Selain jam kerja, Ika juga menyoroti ketiadaan pelatihan dan standar kompetensi yang memadai bagi sopir logistik di Indonesia.
Menurutnya, banyak perusahaan merekrut sopir hanya berdasarkan kemampuan dasar mengemudi, tanpa bekal keahlian teknis maupun etika berkendara yang mumpuni.
Baca Juga: Perjalanan Hijrah Nadya Almira, Kasus Kecelakaan 13 Tahun Silam Kembali Jadi Sorotan
"Asal bisa bawa mobil maju mundur antar barang itu boleh jadi sopir. Kita enggak punya standar kompetensi hari ini, bagaimana beretika di jalan, bagaimana membawa kendaraan, merawat, itu semua hanya pengalaman di lapangan," keluhnya.
RBPI berharap pemerintah segera merancang program pelatihan vokasi khusus untuk sopir logistik guna meningkatkan profesionalisme dan keahlian mereka.
"Kalau tidak salah, tahun ini di Kemenhub sudah ada departemen vokasi ya Pak? Kami mau dilatih juga, karena selama ini sopir ini enggak pernah dilatih," kata Ika.
Masalah jaminan sosial juga menjadi perhatian utama. Ika mengeluhkan bahwa sopir logistik sebagai pekerja informal belum mendapatkan jaminan sosial yang memadai dari perusahaan, jauh tertinggal dibandingkan pengemudi ojek atau taksi online yang mulai mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
"Pekerja informal seperti sopir logistik tidak mendapatkan jaminan sosial dari perusahaan. Kami cukup iri dengan teman-teman online, karena pemerintah seperti memberikan perhatian lebih. Padahal sopir logistik itu risikonya lebih besar," pungkasnya.