suara hijau

Riset Auriga: Kayu Deforestasi Indonesia Masih Mengalir ke Eropa, Habitat Orangutan Terancam

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Rabu, 22 Oktober 2025 | 13:09 WIB
Riset Auriga: Kayu Deforestasi Indonesia Masih Mengalir ke Eropa, Habitat Orangutan Terancam
Ilustrasi Deforestasi.[Unsplash.com]
Baca 10 detik
    • Pasar Eropa masih menampung kayu dari deforestasi di Indonesia, termasuk hasil pembabatan hutan habitat orangutan Kalimantan.
    • Investigasi Auriga Nusantara dan Earthsight menemukan 65 industri kayu Indonesia menerima pasokan dari hutan alam yang dibabat dan menjualnya ke perusahaan Eropa.
    • EUDR terancam ditunda, membuka celah bagi kayu hasil deforestasi terus masuk ke pasar global dan mempercepat krisis ekologis.

Suara.com - Pasar Eropa hingga kini masih menjadi tujuan utama ekspor produk kayu dari perusahaan yang terbukti menerima pasokan hasil deforestasi di Indonesia.

Investigasi terbaru bertajuk Risky Business (Tercemar Deforestasi) yang dirilis oleh Auriga Nusantara dan Earthsight mengungkap rantai pasok panjang yang menghubungkan pembabatan hutan habitat orangutan Kalimantan dengan toko-toko bangunan di Belanda dan Belgia.

Dalam laporannya, kedua lembaga ini menganalisis sekitar 10.000 dokumen Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) milik industri kayu, menemukan 65 perusahaan pengolah yang menerima bahan baku dari hutan alam, terutama di Kalimantan, dan mengekspornya ke pasar Eropa.

Ilustrasi orangutan. (Unsplash.com/ Felix Serre)
Ilustrasi orangutan. (Unsplash.com/ Felix Serre)

Auriga Nusantara melakukan penelusuran langsung ke empat konsesi pembabat hutan di Kalimantan Tengah dan Barat yang memasok industri tersebut. Mereka mendokumentasikan ribuan hektare hutan alam yang dibabat di wilayah yang sebelumnya merupakan habitat utama orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus).

Penduduk lokal mengaku kehilangan sumber penghidupan akibat hilangnya hutan yang selama ini menjadi penopang ekonomi dan pangan mereka.

“Kami hanya menjadi penonton perusakan ini,” ujar seorang warga.

Sementara itu, Earthsight mengonfirmasi bahwa produk kayu dari pembabatan tersebut benar-benar masuk ke pasar Eropa. Salah satu perusahaan Belanda bahkan secara terbuka mengakui bahwa mereka akan terus berbisnis dengan pemasok yang “telah lama dikenal,” meskipun diketahui kayu berasal dari wilayah yang mengalami deforestasi.

Lima perusahaan eksportir terbesar dari Indonesia tercatat mengirim lebih dari 23 ribu meter kubik kayu lapis dan produk kayu lainnya ke Eropa sepanjang 2024—sebagian besar ke Belanda, Belgia, dan Jerman.

Menurut Aron White, Ketua Tim Earthsight untuk Asia Tenggara, “Terlihat jelas risiko dana Eropa turut menghancurkan sarang-sarang terakhir orangutan di Bumi. Kami mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang membeli ribuan meter kubik kayu deforestasi dari Indonesia sembari secara tidak tepat mengklaim semua pasokan mereka berkelanjutan. Kasus-kasus ini menunjukkan kenapa EUDR mesti diberlakukan segera, tanpa penundaan.”

Baca Juga: Jadwal Pertandingan Grup Neraka Zona Eropa Kualifikasi Piala Dunia 2026, Siapa Amankan Klasemen?

Dalam laporan yang sama, Hilman Afif dari Auriga Nusantara menegaskan, “Kehancuran hutan Kalimantan tidak hanya tragedi Indonesia, tetapi global. Orangutan terusir, masyarakat adat dan lokal kehilangan ruang hidupnya, hingga iklim yang semakin tak menentu mencerminkan rapuhnya tata kelola kehutanan Indonesia.”

Ia menambahkan bahwa sebagian besar deforestasi kini bahkan mencapai lahan gambut—penyimpan karbon raksasa yang seharusnya melindungi bumi dari krisis iklim.

Data menunjukkan, pada 2024 deforestasi di Kalimantan mencapai 129.000 hektare, setara dengan luas kota Roma. Hanya 36 persen hutan utuh yang tersisa di pulau itu pada 2019. Tanpa langkah tegas seperti penerapan EU Deforestation Regulation (EUDR) dan pembenahan tata kelola kehutanan di dalam negeri, Indonesia bukan hanya kehilangan paru-parunya, tetapi juga kepercayaan dunia terhadap komitmennya melawan perubahan iklim.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI