- Proyek Whoosh dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kerugian negara akibat kemacetan di Jakarta dan Bandung yang ditaksir mencapai Rp100 triliun per tahun
- Jokowi menegaskan bahwa transportasi massal adalah layanan publik yang keuntungannya bersifat sosial (pengurangan emisi, peningkatan produktivitas), sehingga subsidi dianggap sebagai investasi, bukan kerugian.
- Di sisi lain, tudingan mark up anggaran dari Mahfud MD, yang menyebut biaya proyek naik tiga kali lipat per kilometernya, kini telah resmi masuk tahap penyelidikan oleh KPK
Suara.com - Di tengah panasnya isu dugaan mark up anggaran, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) akhirnya buka suara mengenai alasan fundamental di balik pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh. Menurutnya, proyek raksasa ini bukanlah untuk mencari keuntungan, melainkan sebuah solusi mendesak untuk mengatasi kerugian negara yang mencapai Rp100 triliun per tahun akibat kemacetan parah.
Jokowi menegaskan bahwa masalah utama yang melatarbelakangi proyek ini adalah kemacetan kronis yang telah melumpuhkan Jakarta dan Bandung selama puluhan tahun. Ia memandang transportasi massal sebagai layanan publik yang esensial, bukan sebagai entitas bisnis yang berorientasi pada laba.
'"Ini, jadi kita harus tahu masalahnya dulu, ya. Di Jakarta itu kemacetannya sudah parah. Ini sudah sejak 30 tahun, 40 tahun yang lalu, 20 tahun yang lalu dan Jabodetabek juga kemacetannya parah," kata Jokowi di Solo, dikutip Senin (27/10).
Menurut kalkulasi Jokowi, kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kemacetan ini sangat fantastis. Angka ini menjadi justifikasi utama mengapa investasi besar pada transportasi massal seperti Whoosh, MRT, dan LRT menjadi sebuah keharusan.
"Kalau di Jakarta saja kira-kira [rugi] Rp65 triliun per tahun. Kalau Jabodetabek plus Bandung kira-kira sudah di atas Rp100 triliun per tahun," ucap dia.
"Kereta cepat, MRT, LRT, kereta bandara, KRL. Agar kerugian itu bisa terkurangi dengan baik. Dan prinsip dasar transportasi massal, transportasi umum itu adalah layanan publik. Ini kita juga harus ngerti bukan mencari laba," tambahnya.
Lebih jauh, Jokowi menekankan bahwa keuntungan dari proyek ini tidak bisa diukur semata dari laba finansial. Ada keuntungan sosial yang jauh lebih besar, seperti pengurangan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, dan berkurangnya polusi udara. Ia menganalogikan subsidi untuk transportasi publik sebagai investasi, bukan kerugian, mencontohkan subsidi Pemprov DKI untuk MRT yang mencapai Rp800 miliar per tahun.
Namun, pembelaan Jokowi ini hadir di tengah pusaran tudingan korupsi. Mantan Menko Polhukam Mahfud MD secara terbuka menyoroti adanya dugaan penggelembungan anggaran dalam proyek senilai US$7,2 miliar ini.
"Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat," kata Mahfud dalam kanal YouTube-nya. "Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana?"
Baca Juga: Penyelidikan Perkara Whoosh Masih Fokus Cari Tindak Pidana, KPK Enggan Bahas Calon Tersangka
Kini, bola panas tersebut berada di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa kasus ini telah naik ke tahap penyelidikan sejak awal 2025, dan KPK masih fokus mendalami unsur-unsur dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek strategis nasional tersebut.