- 
Hakim MK mempertanyakan legal standing pemohon dalam sidang uji materiil UU TNI.
 - 
Pemohon membandingkan posisinya dengan kasus Almas Tsaqibbirru yang permohonannya pernah dikabulkan MK.
 - 
Sebagai organisasi masyarakat sipil, mereka merasa memiliki kepentingan publik yang relevan dalam perkara ini.
 
Suara.com - Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti pertanyaan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai kedudukan hukum atau legal standing mereka dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Fadhil Alfathan, yang merupakan bagian dari tim advokasi, membandingkan posisi pihaknya dengan perkara yang pernah diajukan oleh Almas Tsaqibbirru terkait batas usia calon wakil presiden.
“Kalau kita melihat kasus konkret, seorang Almas Tsaqibbirru pernah menguji soal batas usia calon wakil presiden. Ia tidak punya kaitan langsung dengan perkara itu, tetapi permohonannya dikabulkan,” kata Fadhil usai persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (4/11/2025).
Fadhil menegaskan, berbeda dengan kasus tersebut, pihaknya memiliki kepentingan publik yang jelas sebagai organisasi masyarakat sipil yang fokus pada isu reformasi sektor keamanan.
Oleh karena itu, ia meyakini bahwa kedudukan hukum mereka seharusnya dapat diterima oleh majelis hakim, mengingat dampak putusan MK yang bersifat erga omnes atau berlaku untuk semua.
“Kami pikir kaitan dan legal standing itu, serta kausalitas antara pasal yang diuji dengan dalil kami, akan diterima oleh hakim,” ungkapnya.