Tok! MK Putuskan Jabatan Kapolri Tak Ikut Presiden, Jaga Polri dari Intervensi Politik

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 13 November 2025 | 15:58 WIB
Tok! MK Putuskan Jabatan Kapolri Tak Ikut Presiden, Jaga Polri dari Intervensi Politik
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kanan) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin sidang pembacaan putusan uji materiil UU Polri di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). MK mengabulkan uji materiil terhadap pasal 28 ayat (3) UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga kini anggota Polri aktif harus mengundurkan diri atau pensiun untuk menduduki jabatan di luar kepolisian. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/bar
Baca 10 detik
  • Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan uji materi yang meminta masa jabatan Kapolri disamakan dengan masa jabatan Presiden dan kabinetnya
  • MK menegaskan bahwa Kapolri adalah jabatan karier profesional, bukan jabatan politik setingkat menteri, untuk menjaga netralitas dan independensi Polri sebagai alat negara
  • Masa jabatan seorang Kapolri tidak terikat pada periode kekuasaan Presiden, melainkan pada batas usia pensiun perwira tinggi aktif sesuai peraturan yang berlaku

Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas menolak permohonan uji materi, yang menginginkan masa jabatan Kapolri berakhir bersamaan dengan masa jabatan Presiden.

Putusan ini menjadi penegas posisi Polri sebagai alat negara yang profesional dan independen, bukan jabatan politik yang terikat pada siklus kekuasaan eksekutif.

Palang pintu terakhir bagi gugatan yang diajukan tiga mahasiswa ini diketuk dalam sidang pleno pada Kamis (13/11/2025) hari ini.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 19/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Permohonan ini sebelumnya dilayangkan oleh Syukur Destieli Gulo, Christian Adrianus Sihite, dan Devita Analisandra.

Mereka berargumen bahwa alasan pemberhentian Kapolri dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri tidak diatur secara jelas, sehingga mereka meminta agar masa jabatan Kapolri disamakan dengan menteri yang mengikuti periode Presiden.

Namun, Mahkamah memiliki pandangan yang fundamental berbeda. Hakim Konstitusi Arsul Sani, dalam pertimbangannya, menjelaskan bahwa gagasan memosisikan Kapolri setingkat menteri bukanlah hal baru dan sudah ditolak sejak proses pembentukan undang-undang.

"Bahkan, pembentuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 lebih memilih untuk menegaskan Kapolri merupakan perwira tinggi yang masih aktif," ucap Arsul Sani sebagaimana dilansir kantor berita Antara.

Menurut Mahkamah, menyeret posisi Kapolri ke dalam ranah jabatan politik setingkat menteri sangat berbahaya. Langkah tersebut akan membuat kepentingan politik presiden menjadi terlalu dominan dan berpotensi menggerus independensi Polri yang diamanatkan konstitusi sebagai alat negara.

Baca Juga: Kapolri Update Ledakan SMAN 72: 29 Siswa Masih Dirawat, Total Korban 96 Orang

Polri, sebagai alat negara, harus mampu berdiri di atas semua kepentingan golongan, termasuk kepentingan Presiden yang mengangkatnya, demi menjaga ketertiban masyarakat dan menegakkan hukum.

"Artinya, dengan memosisikan jabatan Kapolri menjadi setingkat menteri, Kapolri secara otomatis menjadi anggota kabinet, jelas berpotensi mereduksi posisi Polri sebagai alat negara," jelas Arsul.

Mahkamah menegaskan bahwa jabatan Kapolri adalah puncak karier profesional di institusi Polri. Masa jabatannya memiliki batas waktu yang ditentukan oleh usia pensiun sesuai peraturan perundang-undangan, bukan berdasarkan periode politik lima tahunan.

Meskipun diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, proses tersebut tetap harus melalui persetujuan DPR dan tidak secara otomatis berakhir saat masa jabatan Presiden usai.

"Artinya, jabatan Kapolri memiliki batas waktu dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan evaluasi presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan," papar Arsul.

Mahkamah menilai, jika permohonan ini dikabulkan, justru akan menciptakan ketidakpastian hukum yang serius dalam mekanisme pengisian dan pemberhentian pucuk pimpinan Korps Bhayangkara.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI