- Syaiful mengatakan ada 10 layanan yang masuk kategori pekerja GIG.
- Selama ini terjadi kekosongan hukum dalam mengatur hubungan kerja di sektor GIG.
- Adanya kekosongan hukum menimbulkan kerentanan dan ketidakpastian bagi para pihak, baik pekerja maupun perusahaan aplikator.
Suara.com - Anggota Fraksi PKB DPR RI, Syaiful Huda, menyampaikan inisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja GIG.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI ini menilai selama ini ada kekosongan hukum atau tak ada aturan yang mengatur hubungan kerja di sektor GIG.
Menurutnya, ada 10 layanan yang masuk kategori pekerja GIG.
10 layanan tersebut adalah bidang transportasi, pemeranan, kegiatan film, musik, estetika, penerjemahan, jurnalisme, perawatan dan pengobatan, perawatan paliatif, fotografi dan videografi.
Sedangkan jenis-jenis pekerja yang masuk kategori GIG meliputi pengemudi berbasis aplikasi, kurir, aktor/aktris, kru film, penyanyi, musisi, komposer, penulis lirik, penata rias, penata rambut, penata gaya, juru bahasa isyarat, penerjemah, transkriber, jurnalis lepas, koresponden, konten kreator, YouTuber, podcaster, hingga fotografer dan videografer.
“Selama ini terjadi kekosongan hukum dalam mengatur hubungan kerja di sektor GIG. Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ada masih berbasis sistem kerja konvensional sehingga tidak mengakomodasi model kerja baru yang mayoritas berbasis platform digital,” ujar Huda kepada wartawan dikutip Jumat (14/11/2025).
Ia mengatakan, adanya kekosongan hukum menimbulkan kerentanan dan ketidakpastian bagi para pihak, baik pekerja maupun perusahaan aplikator.
Padahal, sektor GIG kini telah menjadi tulang punggung ekonomi digital dan membuka peluang kerja luas di berbagai bidang.
“Karena itu, diperlukan satu undang-undang khusus agar sektor usaha ini dapat berkembang secara sehat dan menjadi lini bidang kerja baru yang menopang pertumbuhan ekonomi nasional,” tegasnya.
Baca Juga: DPR soal Lambatnya Evakuasi Pendaki Brasil di Rinjani: Kenapa Tak Bisa Segera Lakukan Penyelamatan?
Adapun, kata dia, usulan ini bertujuan menjamin hak dasar seluruh pihak yang terlibat, serta menciptakan hubungan kerja yang lebih setara.
Regulasi ini juga diharapkan dapat memberikan jaminan penghasilan bersih, akses jaminan sosial komprehensif (BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan), serta kepastian keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pekerja.

“RUU ini tetap mempertahankan fleksibilitas model kemitraan independen yang menjadi ciri khas sektor GIG, namun di sisi lain mewajibkan pemberi kerja atau platform memberikan perlindungan setara dengan hubungan kerja tradisional,” jelasnya.
Ia menegaskan, inisiatif peluncuran RUU GIG ini sesuai dengan hak anggota DPR yang diatur dalam Peraturan DPR RI Nomor 1/2020 tentang Tata Tertib Pasal 123 ayat 2.
Dalam aturan tersebut dinyatakan jika rancangan undang-undang inisiatif dapat diajukan oleh 1 orang anggota atau lebih.
“Nah kami menggunakan hak ini untuk menginisiasi RUU Pekerja GIG. Tentu dalam prosesnya kami akan melakukan komunikasi dengan fraksi lain termasuk dengan elemen masyarakat sipil agar RUU ini menjadi inisiatif bersama sehingga bisa disahkan menjadi UU untuk Pekerja GIG di Indonesia,” pungkasnya.