7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf

Bella Suara.Com
Jum'at, 19 Desember 2025 | 20:23 WIB
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf
Ilustrasi bendera putih berkibar di tengah bencana banjir dan longsor. (ChatGPT)
Baca 10 detik
  • Pengibaran bendera putih oleh warga Aceh merupakan simbol keputusasaan akibat banjir bandang dan krisis logistik selama tiga pekan.
  • Aksi ini juga menjadi protes keras menuntut pemerintah pusat segera menetapkan status bencana nasional bagi wilayah terdampak.
  • Mendagri Tito Karnavian telah meminta maaf atas kekurangan penanganan, meski Pemerintah Aceh menyurati lembaga internasional untuk bantuan.

Suara.com - Kibaran ribuan bendera putih di sepanjang jalur lintas nasional Aceh kini menjadi tamparan keras bagi pemerintah pusat. Hal tersebut memicu reaksi resmi dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

“Dengan segala kerendahan hati kami minta maaf ya bila ada kekurangan yang ada. Memang kendala yang dihadapi cukup besar karena medan yang cukup berat,” kata Tito dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Di balik permohonan maaf sang menteri, tersimpan realita pahit mengenai persoalan logistik hingga desakan status bencana nasional yang tak kunjung dikabulkan. Berikut tujuh fakta mendalam di balik aksi bendera putih warga Aceh:

1. Simbol Keputusasaan Menghadapi Bencana Ekologis

Pengibaran bendera putih ini merupakan respons warga terhadap bencana banjir bandang dan tanah longsor yang telah melanda wilayah Aceh selama lebih dari tiga pekan.

Bagi warga, kain putih yang dikibarkan di depan rumah, posko pengungsian, hingga di sepanjang Jalan Lintas Nasional Banda Aceh–Medan menjadi sinyal bahwa mereka telah “menyerah” karena kehabisan sumber daya, makanan, dan energi untuk bertahan secara mandiri.

2. Meluas di Sepanjang Jalur Lintas Nasional

Aksi pengibaran bendera putih tidak hanya terjadi di pelosok desa, tetapi juga memenuhi sepanjang Jalan Lintas Nasional Banda Aceh–Medan.

Titik konsentrasi terbesar terpantau di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur, hingga Aceh Utara. Keberadaan bendera di jalur utama ini sengaja dilakukan untuk menarik perhatian publik dan para pengguna jalan.

3. Protes Terhadap Lambannya Bantuan Pemerintah

Selain simbol duka, bendera putih ini menjadi bentuk protes keras warga dan aktivis terhadap lambannya distribusi logistik dari pemerintah.

Bahkan, Koalisi Sipil Masyarakat Aceh yang berada di depan Masjid Raya Baiturrahman turut mengibarkan bendera serupa sebagai kritik atas kegagalan negara dalam memberikan penanganan darurat yang memadai.

Baca Juga: Sumur Terakhir dan Bagaimana Mukhlis Mencari Tuhan Seusai Banjir Aceh

4. Tuntutan Status Bencana Nasional

Salah satu fakta kunci di balik aksi ini adalah desakan warga agar Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, segera menetapkan status bencana nasional untuk wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.

Warga menilai kapasitas pemerintah daerah telah lumpuh dan membutuhkan intervensi penuh dari APBN serta pengerahan kekuatan nasional secara masif.

5. Langkah Inisiatif Pemerintah Aceh Menyurati Lembaga Internasional

Merespons kondisi yang kian kritis, Pemerintah Provinsi Aceh melalui Gubernur Muzakir Manaf telah mengambil langkah luar biasa dengan menyurati dua lembaga internasional, yakni UNDP dan UNICEF.

Langkah ini diambil untuk meminta bantuan pemulihan pascabencana mengingat skala kerusakan infrastruktur di 18 kabupaten/kota yang sangat luas.

6. Permohonan Maaf dari Pemerintah Pusat

Peristiwa ini memicu reaksi dari Jakarta. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Aceh atas kekurangan dalam penanganan bencana.

Pemerintah pusat mengakui adanya kendala medan yang berat serta distribusi bantuan yang terhambat. Kendati demikian, Tito memastikan pemerintah akan secepatnya memenuhi kebutuhan warga terdampak.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI