Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri

Sabtu, 20 Desember 2025 | 10:56 WIB
Kasidatun Kejari HSU Kabur Saat OTT, KPK Ultimatum Segera Menyerahkan Diri
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu. (Suara.com/Dea)
Baca 10 detik
  • KPK menetapkan Kajari HSU Albertinus Parlinggoman dan Kasi Intel Asis Budianto tersangka kasus dugaan pemerasan.
  • Kasidatun Kejari HSU Tri Taruna Fariadi melarikan diri saat OTT KPK dan kini masih dalam pencarian.
  • Albertinus diduga menerima Rp804 juta hasil pemerasan perangkat daerah HSU untuk menghentikan proses hukum.

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut   Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasidatun) Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU) Tri Taruna Fariadi (TAR) melarikan diri dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Kamis (18/12/2025).

Untuk itu, KPK memberikan ultimatum kepada Tri untuk segera menyerahkan diri kepada lembaga antirasuah. Meski begitu, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut tim KPK masih melakukan pencarian di lapangan.

“Tadi disebutkan bahwa ditetapkan tiga orang tersangka tetapi yang tadi ditampilkan dan kemudian ditahan oleh kami itu baru dua karena yang satunya masih dalam pencarian,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (20/12/2025) dini hari.

“Tentunya kami berharap kepada yang bersangkutan kooperatif dan segera menyerahkan diri untuk mengikuti proses hukum selanjutnya,” tambah dia.

Dalam perkara ini, KPK telah melakukan penahanan terhadap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten HSU Albertinus Parlinggoman (APN) dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri Kabupaten HSU Asis Budianto (ASB).

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejaksaan Negeri Kabupaten HSU setelah terjaring operasi tangkap tangan.

“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama sejak tanggal 19 Desember 2025 sampai dengan 8 Januari 2026,” ujar Asep.

Asep menjelaskan bahwa Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp 804 juta secara langsung maupun melalui perantaranya, yaitu Asis, Tri, dan pihak lain.

Uang yang diterima Albertinus itu diduga berasal dari pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Baca Juga: OTT KPK di Banten: Jaksa Diduga Peras Animator Korsel Rp2,4 M, Ancam Hukuman Berat Jika Tak Bayar

“Permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut, tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” ujar Asep.

Lebih lanjut, Asep menjelaskan dalam kurun November - Desember 2025, dari permintaan tersebut, Albertinus diduga menerima aliran uang sebesar Rp804 juta, yang terbagi dalam dua klaster perantara.

“Melalui perantara TAS (Kasi Datun), yaitu penerimaan dari RHM selaku Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp270 juta; dan EVN selaku Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta,” ungkap Asep.

“Melalui perantara ASB (Kasi Intel), yaitu penerimaan dari YND selaku Kepala Dinas Kesehatan HSU sejumlah Rp149,3 juta,” tambah dia.

Kemudian, lanjut Asep, Asis yang merupakan perantara Albertinus juga diduga menerima aliran uang sebagal Rp 63,2 juta pada periode Februari hingga Desember 2025.

Bukan hanya pemerasan, Albertinus juga diduga memotong anggaran Kejari HSU melalui bendahara, yang digunakan untuk dana operasional pribadi.

Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan Tambahan Uang Persediaan (TUP) sejumlah Rp257 juta, tanpa Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dan potongan dari para unit kerja atau seksi.

Albertinus juga diduga mendapat penerimaan lainnya sejumlah Rp 450 juta dengan rincian melalui rekening istrinya sebesar Rp 405 juta, serta dari Kadis PU dan Sekwan DPRD dalam periode Agustus - November 2025 sebesar Rp 45 juta.

“Sementara itu, selain menjadi perantara APN, terhadap Saudara TAR juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar,” kata Asep.

Uang itu berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp930 juta pada 2022 dan dari rekanan lainnya pada 2024 sebanyak Rp 140 juta.

“Dari kegiatan tertangkap tangan ini, KPK turut mengamankan sejumlah barang bukti yang disita dari kediaman APN berupa uang tunai sebesar Rp318 juta,” tegas Asep.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 KUHP.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI