suara kasih paham

Pangan Ilegal dan Ancaman Kesehatan Jelang Nataru, Apa yang Harus Kita Ketahui?

Selasa, 23 Desember 2025 | 10:12 WIB
Pangan Ilegal dan Ancaman Kesehatan Jelang Nataru, Apa yang Harus Kita Ketahui?
Ilustrasi pangan ilegal. (Suara.com)
Baca 10 detik
  • BPOM menemukan peredaran pangan ilegal dan kedaluwarsa senilai total Rp40,8 miliar menjelang Nataru 2025/2026 melalui pengawasan offline dan online.
  • Pangan tidak memenuhi ketentuan (TMK) terbesar adalah tanpa izin edar (TIE) yang banyak masuk melalui jalur perbatasan sulit diawasi.
  • Konsumsi pangan ilegal atau kedaluwarsa berisiko menyebabkan masalah kesehatan serius, termasuk gagal ginjal dan kematian, sehingga perlu cek KLIK.

Suara.com - Kotak hampers yang tampak biasa—pita rapi, kemasan mengilap, aroma manis pangan yang menjanjikan kehangatan Natal—namun siapa sangka, di baliknya bisa tersembunyi pangan ilegal yang masuk lewat jalur tikus perbatasan, lolos dari pengawasan negara, dan membawa risiko keracunan hingga gagal ginjal bagi konsumen yang tak pernah tahu apa sebenarnya yang mereka konsumsi.

Fenomena ini bukan cerita fiksi, melainkan temuan nyata dari pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang kembali menemukan peredaran pangan ilegal, kedaluwarsa, dan berbahaya jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Ada temuan tentang produk pangan tidak memenuhi ketentuan (TMK), mulai dari makanan ilegal dan kedaluwarsa yang beredar menjelang Nataru. Total nilai ekonominya mencapai lebih dari Rp40 miliar.

Apa Saja Jenis Pangan Tidak Memenuhi Ketentuan yang Beredar?

Dalam Intensifikasi Pengawasan Pangan Jelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Inwas Nataru) selama periode 28 November 2025 hingga 31 Desember 2025, BPOM memeriksa 1.612 sarana peredaran pangan olahan di 38 provinsi. 

Sarana yang diperiksa terdiri dari 698 ritel modern atau 43,3 persen, 663 ritel tradisional atau 41,1 persen, 243 gudang distributor atau 15,1 persen, 7 gudang importir atau 0,4 persen, serta 1 gudang marketplace atau e-commerce atau 0,1 persen

Hasil pemeriksaan menunjukkan sebanyak 1.049 sarana (65,1%) telah memenuhi ketentuan (MK), sementara 563 sarana (34,9%) tidak memenuhi ketentuan (TMK). 

Sarana TMK tersebut terdiri dari 273 ritel tradisional (16,9%), 264 ritel modern (16,4%), 25 gudang distributor (1,6%), dan 1 gudang importir (0,06%).

Jumlah pangan TMK yang ditemukan sebanyak 126.136 pieces, di mana jenis temuan terbesar adalah pangan olahan tanpa izin edar (TIE) sebesar 73,5% (92.737 pieces), pangan kedaluwarsa sebesar 25,4% (32.080 pieces), dam pangan rusak sebesar 1,1% (1.319 pieces). 

Baca Juga: Mudik Nataru 2025, Penumpang Kereta Padati Stasiun Pasar Senen

Nilai ekonomi temuan pangan TMK dari pengawasan offline diperkirakan mencapai Rp1,3 miliar, terdiri dari pangan TIE senilai Rp1 miliar, pangan kedaluwarsa Rp224 juta, dan pangan rusak Rp29 juta. 

Selain pengawasan peredaran offline, BPOM melakukan pengawasan peredaran online melalui patroli siber pada 2.607 tautan penjualan pangan TMK di platform digital. Nilai ekonomi temuan dari patroli siber mencapai Rp40,8 miliar.

Adapun hasil temuannya adalah sebanyak 1.583 tautan (60,7%) menjual pangan TIE dan 1.024 tautan (39,3%) menjual pangan mengandung bahan berbahaya. Produk TIE tersebut mayoritas berasal dari Malaysia, Amerika Serikat, Italia, Turki, dan Uni Emirat Arab.

Infografis pangan bermasalah di Indonesia. (Suara.com/Aldie)
Infografis pangan bermasalah di Indonesia. (Suara.com/Aldie)

Kenapa Pangan Bermasalah Masih Banyak Beredar?

Salah satu sebab banyaknya peredaran pangan TIE adalah pengawasan yang kurang. Terutama pangan-pangan yang masuk dari luar ke dalam negeri melalui perbatasan.

Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan produk ilegal tersebut banyak ditemukan di jalur tikus perbatasan, seperti Tarakan dan Dumai sehingga pengawasannya sulit dilakukan.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI