- KPK menghentikan penyidikan kasus nikel Konawe Utara dengan SP3 karena BPK tidak dapat menghitung kerugian negara.
- BPK menilai pengelolaan tambang tersebut tidak termasuk ranah keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.
- Penyidikan terhambat juga akibat kedaluwarsa delik suap berdasarkan KUHP untuk tempus perkara tahun 2009.
Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak bisa menghitung kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin pengelolaan pertambangan nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Penyidikan dalam perkara ini dihentikan oleh KPK melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada Desember 2024 lalu.
“Dalam perkara Konawe Utara ini, auditor (BPK RI) telah menyampaikan bahwa tidak bisa melakukan penghitungan kerugian negara,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (30/12/2025).
Budi menjelaskan bahwa BPK menilai pengelolaan tambang yang dipersoalkan dalam perkara ini tidak masuk dalam ranah keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.
“Atas hasil tambang yang diperoleh dengan cara yang diduga menyimpang tersebut juga tidak bisa dilakukan penghitungan kerugian keuangan negaranya oleh auditor,” ujar Budi.
Untuk delik suap, Budi menjelaskan KPK juga mengalami kendala untuk melanjutkan perkara karena sudah daluwarsa berdasarkan KUHP.
“Hal ini mengakibatkan ketidakterpenuhinya kecukupan alat bukti dalam penyidikan perkara ini, khususnya untuk pasal 2, pasal 3,” tandas Budi.
Diketahui, KPK memberi penjelasan soal penghentian kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin pengelolaan pertambangan nikel di Konawe Utara.
Menurut dia, kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan tidak cukup untuk membuktikan pelanggaran pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor.
Baca Juga: Bambang Widjojanto Ingatkan KPK Tak Tunda Penetapan Tersangka karena Perhitungan Kerugian Negara
“Terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” kata Budi kepada wartawan, Senin (29/12/2025).
“Kemudian dengan tempus perkara yang sudah 2009, ini juga berkaitan dengan daluarsa perkaranya, yakni terkait pasal suap nya,” tambah dia.
Artinya, Budi menyebut penerbitan SP3 ini untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada para pihak terkait.
“Hal ini juga sesuai dengan azas-azas pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK yang diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2019, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,” tandas dia.
Diketahui, KPK telah menetapkan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman (ASW) sebagai tersangka terkait perannya sebagai bupati di Konawe Utara dalam perkara tersebut.
ASW diduga menerima uang sejumlah Rp 13 miliar dari sedikitnya pengusaha-pengusaha dari 17 perusahaan pertambangan yang diberikan izin eksplorasi penambangan nikel di Konawe Utara.