Gerindra Soal Pilkada Lewat DPRD: Opsi Rasional Tekan Biaya Politik Tinggi

Rabu, 31 Desember 2025 | 14:24 WIB
Gerindra Soal Pilkada Lewat DPRD: Opsi Rasional Tekan Biaya Politik Tinggi
Ilustrasi pilkada. [Ist]
Baca 10 detik
  • Anggota Komisi II DPR RI, Azis Subekti, mendorong evaluasi Pilkada langsung karena tingginya biaya politik.
  • Ia mengusulkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD sebagai opsi konstitusional mengurangi praktik korupsi.
  • Menurut Azis, mekanisme DPRD lebih mudah dikontrol dan memindahkan kompetisi ke adu gagasan substantif.

Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Gerindra, Azis Subekti, secara tegas mendorong adanya evaluasi terhadap mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung. 

Ia menilai, pemilihan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan opsi konstitusional yang rasional untuk mengatasi berbagai persoalan struktural yang muncul selama dua dekade terakhir.

Azis menyatakan, bahwa Pilkada langsung yang berjalan selama ini telah terjebak pada tingginya biaya politik. 

Hal tersebut, menurutnya, memaksa calon kepala daerah untuk mengandalkan modal besar ketimbang adu gagasan, yang berujung pada praktik korupsi dan kebijakan yang hanya mementingkan kelompok tertentu.

"Biaya politik yang sangat tinggi telah mendorong kompetisi berbasis modal, bukan gagasan. Konsekuensinya jelas: praktik transaksional sebelum dan sesudah pemilihan, kebijakan sarat kepentingan, hingga kepala daerah yang berhadapan dengan persoalan hukum," ujar Azis kepada wartawan, Rabu (31/12/2025).

Ia menekankan, bahwa mengembalikan Pilkada ke DPRD bukanlah sebuah kemunduran demokrasi, melainkan sebuah koreksi sistemik demi kemaslahatan umum. 

Menurutnya, DPRD adalah lembaga perwakilan yang lahir dari mandat rakyat sehingga memiliki legitimasi untuk memilih pemimpin daerah.

"Pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan salah satu opsi konstitusional yang layak dipertimbangkan secara rasional. Mekanisme ini berpotensi menekan biaya politik dan memindahkan kompetisi dari arena mobilisasi uang ke arena gagasan dan kapasitas kepemimpinan," tegasnya.

Ia menambahkan, jika dirancang dengan transparan—melalui uji publik terbuka, penyampaian visi-misi yang terukur, dan pengawasan media yang ketat—pemilihan via DPRD justru akan lebih efektif. 

Baca Juga: Waketum PAN Sebut Pilkada Lewat DPRD Layak Dipertimbangkan: Bisa Tekan Politik Uang dan Dinasti

Calon kepala daerah tidak lagi dibebani biaya kampanye massal yang mahal, melainkan dituntut meyakinkan wakil rakyat dan publik melalui program konkret seperti perbaikan layanan kesehatan dan pengelolaan anggaran.

Menanggapi kekhawatiran adanya "politik dagang sapi" di tingkat legislatif, Azis berpendapat bahwa transaksi yang terkonsentrasi di lembaga perwakilan justru jauh lebih mudah dideteksi dan dikendalikan.

"Transaksi yang terkonsentrasi lebih mudah dikendalikan dibanding praktik transaksional yang menyebar luas dan sulit dilacak (di akar rumput). Demokrasi bukan soal menghapus risiko secara absolut, melainkan memilih desain yang paling rasional dan paling bisa diawasi," jelasnya.

Azis mengajak semua pihak untuk melihat evaluasi Pilkada ini dengan kepala dingin. Ia mengingatkan bahwa sejarah politik Indonesia mencatat koreksi sistem adalah hal yang lumrah demi efektivitas pemerintahan, seperti halnya perubahan mekanisme pemilihan presiden di masa lalu.

"Yang harus dijaga adalah substansi demokrasi itu sendiri: menghadirkan kepemimpinan daerah yang stabil, bertanggung jawab, dan berpihak pada kepentingan rakyat," pungkasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI