Sejak itu ia memilih menjadi kurir independen dengan mengantarkan makanan atau barang, khususnya dari usaha dan bisnis milik orang Indonesia di Melbourne, seperti restoran Diana's Kitchen.
Namun karena aturan pembatasan sosial yang diperketat di Melbourne, maka diperlukan penyesuaian bagi para pengemudi.
Seperti yang diakui Melky dan Yalti, tidak boleh ada kontak fisik dengan pelanggan saat mengirimkan makanan atau barang.
Hal lainnya adalah mengantongi izin kerja, terlebih setelah Melbourne telah memberlakukan larangan keluar rumah setelah jam 8 malam, atau istilahnya 'curfew'.
Kesempatan bisa 'silaturahmi'
Dari sisi penghasilan Yalti mengatakan penghitungan upah yang diberikan berdasarkan jarak pengiriman barang atau makanan.
"Income [penghasilan] sebenarnya bisa besar sekali saat ini kalau dikerjakan sendiri, tetapi saya lebih senang berbagi dengan komunitas," kata Yalti.
Yalti juga merasakan manfaat lain dengan menjadi 'driver' jasa layanan antar, yakni memberinya kesempatan untuk berkenalan masyarakat Indonesia yang ada di Melbourne dan sekitarnya.
"Banyak konsumen yang tinggal sendiri dan sangat senang kalau kami datang mengantarkan barang. Mereka sering mengajak mengobrol," ucapnya.
Tak hanya itu ia mengatakan berkenalan dengan orang-orang baru bisa memperluas "network" dengan sesama warga Indonesia di Melbourne.
"Saya memandang salah satu tugas sampingan saya adalah menjadi penyambung silaturahmi antar komunitas Indonesia di saat lockdown seperti ini," kata Yalti.
"Saya bahagia rasanya bisa membantu ibu, bapak, para senior kita yang tinggal sendirian," tambahnya.
Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia