Suara.com - Di tengah gemerlap industri mobil listrik yang sedang naik daun, sebuah drama mengejutkan tengah berlangsung di China. Neta Auto, yang sempat dipuja sebagai bintang baru di langit otomotif negeri Tirai Bambu, kini justru tersandung krisis yang membuat gemetar jagat mobilitas hijau.
Bayangkan suasana panas di depan pabrik Neta Auto di Tongxiang: puluhan diler berdiri tegang, wajah-wajah mereka menggambarkan kekecewaan mendalam.
Mereka tak datang membawa senyum atau harapan, melainkan kemarahan yang telah lama mengendap. Bukan sekadar unjuk rasa biasa—ini adalah luapan frustrasi dari para mitra bisnis yang merasa diperlakukan tak adil oleh perusahaan yang selama ini mereka dukung.
Dilansir dari CarnewsChina, para diler tersebut berkumpul dengan satu tujuan: menuntut kejelasan dan keadilan. Mereka merasa dikhianati oleh kebijakan Neta Auto yang dianggap tidak transparan dan merugikan jaringan penjualannya. Hubungan yang seharusnya saling menguntungkan berubah menjadi medan ketegangan.
"Kami sudah berkorban segalanya," ucap pewrawkilan seorang diler dengan nada tegas.
"Tetap membayar karyawan, pajak, bahkan menjaga nama baik Neta di saat mereka menghilang tanpa kabar sejak September tahun lalu." tambahnya.
Bayangkan, ada 300 diler resmi yang kini terkatung-katung—menunggu kepastian di tengah badai ketidakjelasan. Lebih dari 400.000 pelanggan pun ikut terjebak dalam kebingungan, bertanya-tanya nasib kendaraan impian mereka.

Yang lebih mengkhawatirkan, penjualan hanya mencapai 487 unit dalam dua bulan pertama tahun 2025—angka yang terjun bebas dan menjadi alarm keras bagi para pelaku industri. Sebuah penurunan yang tak hanya berdampak pada angka, tapi juga pada kepercayaan publik.
Tak berhenti di situ, beban semakin berat dengan utang kepada pemasok yang menumpuk selama enam bulan terakhir. Situasi ini menekan rantai pasok dan berpotensi memicu efek domino ke berbagai sektor terkait.
Baca Juga: AION Indonesia Beri Kesempatan Konsumen Jajal Mobil Listrik Secara Langsung
Para diler sebenarnya tidak menuntut hal yang muluk-muluk. Mereka tidak sedang meminta bulan di langit—hanya tiga hal sederhana yang menjadi harapan: kompensasi operasional yang adil, pembayaran insentif yang sudah lama tertunda, dan pemulihan layanan purnajual yang selama ini terbengkalai.