Monotonitas perjalanan juga bisa memicu microsleep. Pada rute yang membosankan dengan jalanan lurus yang panjang, pengendara bisa mencoba variasi posisi duduk atau mengajak komunikasi dengan pembonceng, tentunya tanpa mengorbankan konsentrasi berkendara. Ini membantu menjaga tingkat kewaspadaan tetap optimal.
Yang sering dilupakan adalah bahwa microsleep tidak selalu bisa diatasi dengan konsumsi kafein atau minuman energi. Solusi jangka pendek ini bisa memberikan rasa aman yang palsu.
Ketika tubuh sudah mencapai batas kelelahannya, microsleep bisa terjadi tanpa bisa ditahan, bahkan dengan kadar kafein tinggi dalam sistem tubuh.
Menjadi pengendara yang bijak bukan hanya soal kemampuan mengendalikan motor, tapi juga kemampuan mengenali dan menghormati batas kemampuan diri sendiri.
Kesadaran akan bahaya microsleep dan kemampuan mengenali tanda-tandanya merupakan keterampilan vital bagi setiap pengendara motor.
Dengan memahami dan menghormati sinyal-sinyal yang diberikan tubuh, pengendara bisa mengambil keputusan tepat untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.
Ingatlah bahwa setiap perjalanan yang selamat adalah perjalanan yang berhasil, terlepas dari waktu tempuh yang dibutuhkan.
Dalam dunia yang serba cepat ini, terkadang kita tergoda untuk mengabaikan tanda-tanda kelelahan demi mencapai tujuan lebih cepat. Namun, konsekuensi dari mengabaikan sinyal-sinyal microsleep bisa jauh lebih berat dari sekadar keterlambatan beberapa menit.
Keselamatan di jalan raya adalah tanggung jawab bersama, dan dimulai dari kesadaran individual untuk mengenali dan menghormati batas kemampuan diri sendiri.
Baca Juga: Apa Itu Microsleep? Penyebab Sopir Truk Tabrak Mobil kru TVOne, Begini Tips Mencegahnya