Suara.com - Perkembangan teknologi dalam penegakan hukum lalu lintas di Indonesia telah membawa perubahan signifikan dalam perilaku berkendara masyarakat.
Penerapan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau tilang elektronik menjadi terobosan penting dalam upaya meningkatkan ketertiban dan keselamatan berlalu lintas.
Namun, seperti dua sisi mata uang, inovasi ini juga memunculkan berbagai upaya kreatif - namun tidak terpuji - dari sebagian pengendara yang berusaha menghindari sanksi tilang motor.
Fenomena yang belakangan ini menjadi sorotan publik adalah munculnya berbagai taktik manipulasi pelat nomor kendaraan.
Beberapa pengendara nekat melakukan modifikasi tidak sah pada pelat nomor mereka, mulai dari menekuk bagian tertentu, melipat ke arah dalam, hingga menggunakan berbagai material untuk mengaburkan identitas kendaraan dari tangkapan kamera ETLE.
Tindakan ini jelas menunjukkan masih rendahnya kesadaran hukum dan tanggung jawab sosial di kalangan pengguna jalan.
Salah satu kasus yang viral di media sosial, seperti yang terekam dalam akun Instagram @jakartazoone, memperlihatkan bagaimana pengendara dengan sengaja memanipulasi pelat nomor kendaraan mereka.
Ada yang menekuk pelat ke arah luar, sementara yang lain memilih untuk melipatnya ke bagian dalam.
Tujuan dari tindakan ini tidak lain adalah menghalangi kamera ETLE membaca identitas kendaraan dengan jelas, sehingga mereka berharap dapat lolos dari sanksi meskipun melakukan pelanggaran lalu lintas.
Baca Juga: Jangan Malas! Begini Cara Jitu Cek Tilang Elektronik untuk Mengetahui Kendaraan Aman dari Denda
Yang lebih mengkhawatirkan, respons masyarakat terhadap fenomena ini cukup beragam dan tidak seluruhnya positif.
Beberapa warganet bahkan terlihat mendukung dan tertarik untuk mengikuti praktik serupa. Hal ini terlihat dari munculnya pertanyaan-pertanyaan seputar produk atau cara-cara untuk menghindari deteksi kamera tilang elektronik.
Meski demikian, masih ada suara-suara rasional yang mengingatkan bahwa tindakan tersebut justru dapat mengundang risiko lebih besar, termasuk kemungkinan terkena tilang manual dari petugas di lapangan.
Perlu dipahami bahwa manipulasi pelat nomor kendaraan bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan keselamatan berlalu lintas secara umum.
Pelat nomor berfungsi sebagai identitas resmi kendaraan yang memudahkan proses identifikasi dalam berbagai situasi, termasuk ketika terjadi kecelakaan atau tindak kejahatan.
Memanipulasi pelat nomor sama dengan menghilangkan identitas kendaraan, yang dapat mempersulit proses penegakan hukum dan penanganan berbagai insiden di jalan raya.
Sistem ETLE sendiri dirancang bukan untuk mempersulit masyarakat, melainkan untuk menciptakan budaya tertib berlalu lintas yang lebih baik.
Dengan adanya pengawasan elektronik, diharapkan pengendara akan lebih disiplin dan bertanggung jawab dalam berkendara. Hal ini pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi seluruh pengguna jalan dalam bentuk berkurangnya tingkat kecelakaan dan terciptanya arus lalu lintas yang lebih teratur.
Alih-alih mencari cara untuk menghindari tilang elektronik, akan lebih bijak jika energi tersebut dialihkan untuk meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan dalam berlalu lintas.
Mematuhi rambu-rambu, menggunakan perlengkapan berkendara yang standar, dan menghormati hak pengguna jalan lain merupakan investasi jangka panjang untuk keselamatan diri sendiri dan orang lain.
Pihak berwenang juga perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya ketertiban berlalu lintas serta konsekuensi hukum dari upaya manipulasi pelat nomor kendaraan.
Penerapan sanksi tegas dan konsisten terhadap pelanggar lalu lintas bukan hanya soal menghukum, melainkan juga sebagai langkah penting untuk menumbuhkan efek jera.
Dengan adanya tindakan hukum yang jelas dan tanpa pandang bulu, masyarakat akan lebih sadar akan pentingnya menaati aturan demi keselamatan bersama.
Ketegasan ini menjadi bentuk nyata edukasi hukum di jalan raya — mengingatkan bahwa setiap pelanggaran, sekecil apa pun, membawa konsekuensi nyata.
Namun lebih dari itu, membangun budaya berlalu lintas yang tertib tidak cukup hanya mengandalkan aparat. Kesadaran harus lahir dari diri sendiri, dan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat adalah kunci utamanya.