Suara.com - Volkswagen (VW) dikenal sebagai merek mobil Eropa dengan citra premium di Indonesia. Namun, harga yang dibanderol di sini sering membuat calon pembeli mengernyit.
Menariknya, jika kita bandingkan dengan harga di negara asalnya, Jerman, selisihnya cukup signifikan—apalagi jika dikaitkan dengan pendapatan rata-rata penduduk di masing-masing negara.
Harga VW di Indonesia vs Jerman
Saat ini, VW Indonesia hanya memasarkan tiga model. Berikut harganya menurut situs resmi VW Jakarta:
- VW ID. Buzz EV: Rp1,49 miliar
- VW Tiguan: Rp895 juta
- VW T-Cross: Rp448–480 juta
Sementara di Jerman, harga resminya jauh lebih rendah jika dikonversi ke rupiah:
- ID. Buzz EV: €49.997,85 ≈ Rp959,94 juta
- Tiguan: €38.850,00 ≈ Rp745,90 juta
- T-Cross: €24.960,00 ≈ Rp479,22 juta
Dari sini terlihat, ID. Buzz di Indonesia lebih mahal sekitar Rp530 juta dibanding di Jerman. Tiguan selisihnya sekitar Rp149 juta, sedangkan T-Cross varian terendah justru hampir sama harganya.
Perbandingan dengan Pendapatan Rata-Rata
Menurut Badan Pusat Statistik, rata-rata pendapatan orang Indonesia adalah Rp78,62 juta per tahun atau sekitar Rp6,55 juta per bulan.
Artinya, untuk membeli VW ID. Buzz seharga Rp1,49 miliar, seseorang dengan pendapatan rata-rata harus menabung seluruh gajinya selama lebih dari 19 tahun, tanpa menyentuh uang itu untuk kebutuhan lain.
Baca Juga: Terpopuler Hari Ini: Mobil Bekas untuk Pensiunan PNS, Toyota Avanza Masih Jadi Incaran
Bandingkan dengan Jerman. Data StepStone mencatat rata-rata gaji di sana pada 2024 adalah 4.358 euro per bulan (sekitar Rp83,67 juta) atau 52.300 euro per tahun (sekitar Rp1,004 miliar).
Jika menggunakan gaji median versi Learn German Online, angkanya 3.817 euro per bulan (Rp73,28 juta) atau 45.800 euro per tahun (Rp879,34 juta).
Dengan gaji median tersebut, warga Jerman bisa membeli ID. Buzz seharga 49.997,85 euro hanya dengan menabung sekitar 1 tahun pendapatan kotor. Untuk Tiguan, cukup sekitar 10 bulan, dan T-Cross bisa ditebus dalam waktu 6–7 bulan.
Mengapa Bisa Lebih Mahal di Indonesia?

Perbedaan harga ini bukan semata karena biaya produksi atau margin keuntungan. Faktor terbesar adalah struktur pajak dan biaya impor.
Mobil Eropa yang masuk ke Indonesia dikenakan bea masuk, pajak penjualan barang mewah (PPnBM), dan pajak daerah seperti BBNKB. Menurut Gaikindo, total pajak bisa mencapai 30–40% dari harga jual.
Di Jerman, mobil VW diproduksi lokal sehingga bebas dari bea masuk, dan pajak penjualan kendaraan relatif lebih rendah. Selain itu, daya beli masyarakat yang tinggi membuat harga mobil terasa lebih terjangkau secara proporsional.
Bagi konsumen Indonesia, membeli VW adalah komitmen finansial besar, terutama jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata. Di Jerman, mobil yang sama bisa dibeli jauh lebih cepat dan murah secara proporsional.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa harga mobil di Indonesia tidak hanya soal nilai barangnya, tapi juga dipengaruhi oleh kebijakan pajak, biaya distribusi, dan daya beli masyarakat.
Jadi, jika Anda bermimpi punya VW di tanah air, siapkan strategi finansial yang matang, atau, kalau ada rezeki lebih, mungkin membelinya langsung di negara asalnya bisa jadi opsi yang lebih ramah kantong.