- Pemerintah Presiden Prabowo menargetkan mobil nasional baru dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 80%, belajar dari kegagalan proyek sebelumnya.
- Raksasa otomotif Korea Selatan, Hyundai, menyatakan minat serius untuk menjadi mitra utama dalam memproduksi mobil nasional di Cikarang.
- Proyek ini menekankan pada model bisnis baru, menghindari hanya impor CKD seperti Timor, serta mencari mitra global selain Hyundai untuk co-development.
Suara.com - Proyek mobil nasional kembali jadi sorotan. Pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto memastikan rencana ini sedang digodok serius, dengan target Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 80%.
Menariknya, raksasa otomotif asal Korea Selatan, Hyundai, sudah menyatakan minat kuat untuk ikut terlibat.
Namun, pengalaman masa lalu seperti Timor dan Esemka menjadi pelajaran penting. Kedua proyek itu gagal karena minim transfer teknologi, terlalu bergantung pada impor, dan lebih banyak simbol politik ketimbang industri nyata.
Kali ini, pemerintah berjanji tidak akan mengulang kesalahan yang sama.
Berikut lima fakta penting soal program mobil nasional terbaru yang sedang disiapkan.
![Ilustrasi Hyundai. [Unsplash]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/04/55221-ilustrasi-hyundai.jpg)
1. Hyundai Tertarik Jadi Mitra Utama
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan Hyundai sudah menyampaikan usulan resmi untuk memproduksi mobil nasional dengan TKDN di atas 80%.
Hyundai punya basis produksi di Cikarang, sinergi dengan LG untuk pabrik baterai EV, serta reputasi global di teknologi listrik dan hidrogen. Hal ini membuat keterlibatan mereka dianggap strategis.
2. Target Ambisius: TKDN 80%
Baca Juga: Hyundai 'Kebelet' Garap Mobil Nasional Prabowo, Menperin Agus: Tunggu Dulu!
Berbeda dengan proyek sebelumnya yang hanya berbasis CKD (Completely Knocked Down), pemerintah ingin memastikan mobil nasional kali ini benar-benar diproduksi dengan komponen lokal.
Artinya, Hyundai dan mitra lain harus melakukan relokasi industri parts inti ke Indonesia, melibatkan UMKM, serta riset bersama perguruan tinggi teknologi lokal.
3. Belajar dari Kegagalan Timor dan Esemka
Pengamat otomotif ITB, Yannes Martinus Pasaribu, menegaskan pentingnya model bisnis baru. Proyek Timor dulu gagal karena hanya rebranding Kia dengan impor CKD, tanpa transfer teknologi atau penguatan rantai pasok lokal.
Di lain pendapat sejumlah tokoh menuding bahwa Esemka pun lebih banyak jadi simbol politik ketimbang produk industri nyata. Pemerintah kini berusaha menghindari jebakan yang sama.
"Akibat proteksionisme eksklusif untuk Timor yang berujung kita disidang di abiterase WTO, lalu untuk Esemka minim alih teknologi, dan keterkaitan politik Esemka yang mengubur proyek ini saat rezim berubah," kata Yannes kepada Suara.com, Rabu (22/10/2025)