Meskipun "canthik" Rajamala memiliki rupa yang tegas dan menyeramkan tapi itu menjadi dasar kesaktian tokoh Rajamala yang tak terkalahkan dalam kisah pewayangan dan sebagai simbol untuk menolak bala atau aura negatif.
Sedangkan perahu Rajamala memiliki ukuran 58,9x6,5 meter dan terbilang besar dan perkasa pada masanya.
Salah satu bukti kebesarannya adalah ukuran dayung perahunya yang panjangnya mencapai sekitar 6,6 meter.
Berdasarkan deskripsi Museum Radya Pustaka, Perahu Rajamala dibuat untuk hilir mudik Solo-Gresik, digunakan yang pertama oleh Sri Susuhunan Paku Buwana IV.
Perahu Rajamala berlayar ke Gresik menjemput Puteri Pamekasan Madura untuk dijadikan permaisuri.
Perjalanan terakhir Perahu Rajamala dilakukan oleh Sri Susuhunan Paku Buwana VII untuk menjemput Puteri Madura dari Bangkalan, Puteri Sultan Cakraningrat.
Saat ini, perahu tersebut tersimpan di Museum Keraton Surakarta dan "canthik" juga disimpan di Museum Radya Pustaka.
Sementara itu, Rajamala dalam kisah pewayangan merupakan sosok setengah manusia dan raksasa yang kuat dan tak ada tandingan.
Ia disebut sebagai Raden Rajamala, seorang ksatria Wirata pada zaman Prabu Matswapati.
Baca Juga: APSF Puji Kesiapan Solo Sebagai Tuan Rumah ASEAN Para Games 2022
Filosofi Rajamala
Pemilihan Rajamala sebagai sebuah maskot pada ajang olahraga multi-event bagi penyandang disabilitas dua tahun sekali itu tak sekedar sebuah benda yang asal main comot.
Ia harus menjadi simbol dan pengingat perhelatan olahraga yang diadakan di suatu daerah yang mengangkat nilai-nilai kearifan lokal.
Sebelumnya pada pelaksanaan ASEAN Para Games 2011 yang juga diadakan di Solo, maskot yang digunakan adalah Modo dan Modi, yang berbentuk komodo.
Komodo merupakan hewan purba endemik yang hanya ditemukan di Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Dua maskot Modo dan Modi itu digambarkan berpakaian batik khas Solo.