Mengutip dari bulutangkis.com, Mia Audina dari 14 tahun sudah masuk ke kawah candradimuka pebulutangkis nasional, Pelatnas Cipayung. Setahun di Cipayung, Mia masuk seleksi Tim Uber 1994 yang kala itu sudah diperkuat Susi Susanti.
Mia pun jadi kunci permainan tim Indonesia kala itu. Di partai penentuan, Mia jadi penentu kemenangan tim Uber Indonesia mengalahkan tim Uber China.
Mia kalahkan wakil China, Zhang Ning dengan rubber set, 11-7, 10-12. dan 11-4. Dua tahun setelah, gelar Piala Uber mampu dipertahankan oleh Mia dkk.
Setelah Olimpiade 1996 dengan mempersembahkan medali Perak, kehidupan dan karier bulutangkis Mia Audina berubah 180 derajat. Pasca wafatnya ibunda tercinta, Lanny Susilawati pada 1999, Mia memutuskan untuk hijrah ke Belanda bersama sang suami, Tylio Lobman.
Kepindahan Mia ke Belanda saat itu jadi sorotan publik Indonesia. Mia kala itu berkeinginan untuk tetap membela Indonesia namun berlatih di Belanda. Sayangnya permintaan Mia itu ditolak pengurus PBSI.
"Kalau dia pindah ke Belanda ya harus keluar dari pelatnas. Dia memang maunya begitu (tetap di pelatnas namun latihan di Belanda), tetapi yang namanya organisasi tentu ada aturan mainnya, jadi harus patuh,” ujar Karsono, ketua harian PBSI seperti dikutip.
Mia pun akhirnya dengan berat hati memilih membela Belanda. Meski begitu, Mia mengaku bahwa ia masih sensitif jika membicarkan soal Indonesia dan karier bulutangkisnya.
Menurut Mia, ia lahir dan dibesarkan di Indonesia dan sangat sulit untuk mengulas keputusannya pindah menjadi warga negara Belanda. Mia sempat mengatakan bahwa salah satu faktor yang membuat pindah kewarganegaraan ialah faktor PBSI dan wafatnya sang ibunda.
Pada 2006, Mia memutuskan pensiun dari bulutangkis dan fokus pada bisnis batu mulia. Sementara suami Mia, Tylio diketahui menjadi seorang pendeta. Di platform media sosial, Tylio beberapa kali mengisi khotbah di sejumlah gereja Indonesia.
Baca Juga: 16 Tahun Menanti, Tim Putri Indonesia Akhirnya Tampil Lagi di Final Piala Uber