Suara.com - Sebuah video dari turnamen Sirnas B Kepulauan Riau 2025 mendadak viral dan menjadi sorotan publik setelah diunggah oleh akun TikTok @sayhaha_.
Dalam video tersebut, tampak momen pertandingan yang begitu krusial, laga perempat final Tunggal Pemula Putra (TPA) antara PB Exist dan PB Djarum sedang berlangsung.
Kedua klub ternama ini bertemu dalam pertandingan yang berlangsung sengit hingga rubber set. Namun bukan hanya ketegangan pertandingan yang menjadi bahan pembicaraan, melainkan aksi kontroversial dari salah satu pemain muda yang akhirnya mencuri perhatian seluruh jagat maya.
Di poin kritis, saat skor berada di posisi 19-20, pemain dari PB Exist diduga meremas shuttlecock sebelum reli dimulai. Aksi ini diduga kuat bertujuan untuk mengubah arah atau kecepatan shuttlecock demi keuntungan pribadi.
Hasilnya, sang pemain meraih poin dan menutup pertandingan dengan kemenangan 21-19. Sontak, pelatih dan pemain dari kubu PB Djarum melayangkan protes keras kepada umpire.
Namun, protes itu tak digubris, dan pertandingan berakhir tanpa perubahan keputusan. Video tersebut langsung memancing reaksi panas dari netizen. Komentar pun membanjiri berbagai platform media sosial.
Beberapa mengecam, beberapa membela, namun satu hal yang pasti, masyarakat peduli terhadap sportivitas dalam olahraga, bahkan di level junior sekalipun.
Akun @yul**** menuliskan, “Ko bisa ya anak sekecil itu punya pikiran sejauh itu. Heyyyy Dirga... km tuh pemain bagus. Sayang sekali, demi sebuah kemenangan km kotori prestasi km dgn cara licik seperti itu.”
Sementara @user18**** mengutip langsung dari aturan resmi BWF, “Menurut aturan Badminton World Federation (BWF) pada Law 16.6.2, seorang pemain dilarang sengaja merusak atau mengubah shuttlecock untuk memengaruhi kecepatan atau arahnya. Jika ini terjadi, itu dianggap fault, dan lawan akan mendapatkan poin dari reli tersebut.”
Baca Juga: Satpam Bekuk Pria Nyamar Jadi Perempuan di Masjid NTB: Ngaku Dapat Bisikan Gaib
Namun tak sedikit pula yang berargumen bahwa kejadian seperti ini adalah bagian dari “permainan” di lapangan.
“Wkwkwkwk pada debat amat ya, ituu bagian dari permainan udah biasa kayak gituu,” tulis akun @ali****.
Pandangan ini langsung mengundang perdebatan lebih lanjut, apakah menang dengan cara apapun sah-sah saja? Atau adakah batas moral yang tidak boleh dilanggar demi meraih piala?
Klarifikasi PB Exist
Pihak PB Exist sendiri tidak tinggal diam. Melalui pernyataan resmi yang disampaikan oleh Ketua Harian Harry Hartono, mereka menegaskan bahwa klub tidak mentolerir bentuk kecurangan apapun.
Atlet yang bersangkutan telah ditegur keras dan tidak diizinkan bertanding di babak semifinal—bahkan sebelum video itu viral.
"Sanksi internal dari klub juga akan diberikan untuk meningkatkan disiplin dan mental juara dari atlet binaan. Exist Badminton Club berpendirian bahwa sikap sportif harus menjadi landasan yang kuat dalam membentuk seorang calon juara," ujar Harry seperti dikutip di akun TikTok resmi PB Exist, Senin (21/4/2025).
Respons cepat dan tegas dari pihak klub setidaknya memberikan pesan kuat, bahwa pembinaan atlet muda bukan hanya soal teknik bermain, tapi juga karakter dan etika.
Kejadian ini bukan hanya ujian bagi seorang atlet muda, tapi juga bagi seluruh sistem pembinaan olahraga di Indonesia.
Bagaimana jika kejadian ini terjadi di level yang lebih tinggi, seperti Kejuaraan Dunia atau Olimpiade, dan dilakukan oleh atlet asing kepada wakil Indonesia?
Apakah kita akan tetap menganggapnya “bagian dari strategi”? Apakah sportivitas hanya berlaku ketika kita yang menjadi korbannya? Drama di Sirnas B Kepri ini bukan hanya soal satu poin atau satu pertandingan.
Kejadian ini menjadi cermin, bahwa sejak dini, para atlet muda kita harus dibentuk tidak hanya dengan semangat menang, tapi juga dengan nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan integritas. Karena dalam olahraga sejati, cara kita menang jauh lebih penting daripada kemenangan itu sendiri.