Suara.com - Tinju bukan sekadar olahraga adu pukul, tetapi juga permainan strategi, ketahanan, dan keputusan cepat yang mengutamakan keselamatan.
Di Indonesia, popularitas tinju kian meningkat, terutama setelah laga selebriti seperti El Rumi vs Jefri Nichol di Superstar Knock Out.
"Gue nggak mengerti, gue cuma dislok tapi dibilang TKO, bingung gue. Gimana nih, belum berantem Bro, kenapa nggak dihitung," ujar Jefri Nichol usai pertandingan.
Banyak penggemar masih bingung dengan istilah seperti KO, TKO, hingga alasan wasit menghentikan pertandingan.
Apa sebenarnya yang membedakan istilah-istilah ini, dan mengapa keselamatan begitu krusial? Berikut fakta dasar tinju yang wajib diketahui.
Pertama, mari bedah perbedaan antara Knock Out (KO) dan Technical Knock Out (TKO).
![Suasana laga tinju ulang El Rumi dan Jefri Nichol di acara Superstar Knockout di Jakarta International Convention Center, Senayan, Minggu dini hari, 10 Agustus 2025. [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/10/29733-suasana-laga-tinju-ulang-el-rumi-dan-jefri-nichol.jpg)
Menurut DAZN, KO terjadi ketika seorang petinju jatuh ke kanvas akibat pukulan lawan dan tidak mampu bangkit sebelum wasit menghitung hingga sepuluh.
Ini adalah kemenangan telak yang menunjukkan dominasi.
Sebaliknya, TKO terjadi ketika wasit menghentikan pertandingan tanpa menunggu petinju roboh.
Baca Juga: Diantar Maia Estianty ke Ring Tinju, El Rumi Kalahkan Jefri Nichol Tak Sampai Satu Ronde
Alasan TKO biasanya karena petinju dianggap tidak mampu melanjutkan laga, baik karena gempuran pukulan yang tidak terbalas, cedera, atau risiko kesehatan serius.
Contohnya, dalam laga El Rumi vs Jefri Nichol pada 2025, wasit menghentikan pertandingan setelah El menghujani Jefri dengan 7-8 pukulan beruntun tanpa balasan, demi mencegah cedera parah.
Keselamatan adalah inti dari aturan tinju profesional.
Berdasarkan regulasi badan tinju dunia seperti WBC dan IBF, wasit memiliki wewenang penuh untuk menghentikan laga jika melihat tanda-tanda bahaya, seperti petinju kehilangan keseimbangan, tidak mampu bertahan, atau menunjukkan gejala cedera kepala.
Aturan ini ditegakkan untuk mencegah dampak fatal seperti gegar otak, patah tulang, atau trauma jangka panjang.
Misalnya, jika seorang petinju terus menerima pukulan tanpa balas, seperti yang dialami Jefri Nichol, wasit wajib bertindak cepat.