-
CAS menolak dua permohonan langkah sementara yang diajukan Federasi Senam Israel (IGF) terkait keikutsertaan atlet Israel di Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 di Jakarta.
-
IGF mengajukan banding setelah pemerintah Indonesia menolak memberikan visa bagi atlet Israel, dengan permintaan agar FIG menjamin partisipasi mereka atau memindahkan lokasi kejuaraan.
-
CAS menolak kedua permohonan tersebut, menghentikan banding pertama karena alasan yurisdiksi, sementara banding kedua akan tetap dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Suara.com - Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) resmi menolak dua permohonan langkah sementara (provisional measures) yang diajukan oleh Federasi Senam Israel (IGF) terkait keikutsertaan delegasi Israel dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik ke-53 (Artistic Gymnastics World Championships) yang dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada 19–25 Oktober 2025.
“Permohonan tindakan sementara yang mendesak telah ditelaah oleh Wakil Presiden Divisi Arbitrase Banding CAS. Kedua permohonan dari pihak Israel telah ditolak,” demikian bunyi pernyataan resmi CAS yang dikutip dari situs resminya pada Rabu (15/10/2025).
Langkah hukum tersebut ditempuh setelah Pemerintah Indonesia pada 10 Oktober 2025 memastikan bahwa atlet Israel yang dijadwalkan tampil dalam kejuaraan tersebut tidak akan memperoleh visa untuk masuk ke wilayah Indonesia.
Menanggapi keputusan itu, IGF melayangkan dua banding ke CAS dengan permintaan agar diberlakukan langkah sementara secara mendesak.
Banding pertama, yang diajukan pada 10 Oktober 2025, ditujukan kepada Federasi Senam Internasional (FIG). Dalam banding itu, IGF meminta agar FIG membatalkan keputusan Indonesia yang menolak pemberian visa bagi atlet Israel.
Banding kedua diajukan pada 13 Oktober 2025 bersama enam atlet Israel yang telah memastikan tiket ke kejuaraan, yakni Artem Dolgophyat, Eyal Indig, Ron Payatov, Lihie Raz, Yali Shoshani, dan Roni Shamay.
Dalam banding tersebut, IGF meminta CAS memerintahkan FIG untuk memastikan atlet Israel dapat berpartisipasi, atau sebagai opsi lain, memindahkan maupun membatalkan penyelenggaraan kejuaraan dunia tersebut.
IGF menilai bahwa Statuta FIG mengharuskan Komite Eksekutif FIG mengambil keputusan apabila salah satu peserta tidak memperoleh visa.
Mereka juga berpendapat bahwa tidak adanya tindakan dari FIG merupakan bentuk “penolakan terhadap keadilan” (denial of justice) yang berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap anggota asosiasi.
Baca Juga: Indonesia Tutup Pintu untuk Atlet Israel, Siap Berperang Hadapi Gugatan!
Di sisi lain, FIG menegaskan bahwa penerbitan visa bukan merupakan kewenangan mereka, melainkan sepenuhnya berada di tangan otoritas pemerintah Indonesia. FIG menilai keputusan tersebut di luar tanggung jawab organisasi.
Setelah mempertimbangkan seluruh argumen, Wakil Presiden Divisi Banding CAS akhirnya menolak dua permohonan yang diajukan IGF. CAS menyebut banding pertama dihentikan karena alasan yurisdiksi, sementara banding kedua akan tetap dilanjutkan untuk proses pemeriksaan selanjutnya.
(Antara)