Urbanisasi ini berimplikasi pada kelangkaan lahan, harga tanah yang mahal, dan merosotnya minat masyarakat bertransmigrasi swakarsa. Kelangkaan lahan juga dipicu dengan tumbuhnya kota-kota satelit. Proyek besar akan diperlukan untuk membangun infrastruktur kota, mendukung arus perdagangan baru (bandara, pelabuhan laut, dan koneksi cerdas antar kota atau desa).
Boom konstruksi (perumahan dan infrastruktur) bakal terjadi pertumbuhan sebesar 85% pada tahun 2030 di mana rumah-rumah tradisional berganti menjadi apartemen bertingkat bahkan pembangunan usaha, transportasi, atau tempat tinggal di bawah tanah juga diprediksi semakin meningkat.
Transportasi atau shopping mall di bawah laut bagi negara maritim atau negara dengan luas wilayah terbatas juga menjadi sebuah keniscayaan.
Megatrends dalam perubahan iklim dan persaingan sumber daya memprediksi terjadi kelangkaan makanan dan energi, pendanaan, ekonomi hijau, dampak perubahan iklim dan polusi (udara, air, tanah). Kenaikan permukaan air laut memicu ancaman urbanisasi aglomerasi, ketegangan politik, ekonomi, agama, demografi, dan etnis.
Fenomena banjir dan kejadian bencana alam yang tidak terprediksi akan memberi tekanan tambahan pada mata rantai pasokan dan pelambatan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dampak finansial dari perubahan iklim bagi negara-negara berkembang adalah tinggi di mana Eropa Timur dan Asia menghadapi suatu biaya PDB rata-rata sekitar 0,1-0,14% hingga 2050.
Sementara emisi gas karbon oleh Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) diprediksi terus meningkat 17,8% pada 2030. Regulasi perubahan iklim global di suatu negara semakin sangat penting dan isu-isu atau implikasi dari meningkatnya suhu permukaan bumi dan ekstremitas fenomena alam perlu ditangani dengan cerdas.
Dalam megatrends demografi dan perubahan sosial muncul pergeseran dalam perilaku sosial, individualistis, ukuran keluarga lebih kecil, dan gaya hidup tentang keberlanjutan dan kesehatan. Demografi menyentuh aspek populasi penuaan (usia 65 ke atas), mobilitas global, dan meningkatnya gap antara kaya dan miskin. PBB melaporkan bahwa populasi lansia dunia meningkat menjadi 21% di tahun 2050.
Penuaan menyiratkan perubahan dalam gaya hidup dan pola konsumsi, yang akan mempengaruhi jenis produk dan layanan dalam permintaan dan arah inovasi. Sementara megatrends geopolitik merangkum bangkitnya globalisasi kelas menengah (kapitalisme), nasionalisme dan sistem politik.
Kekuatan ekonomi global diprediksi bergeser dari Eropa ke Asia dimana India, Indonesia dan Korea selain Jepang dan China akan menjadi motor ekonomi dunia setelah 2030. Namun nasionalisme semakin memudar dengan konektivitas yang tanpa batas dan kerentanan dunia maya menjadi salah satu medan pertempuran antara negara dan aktor non-negara.
Baca Juga: Pakai Teknologi Augmented Reality, Google Tampilkan Gambar 3D
Munculnya model bisnis baru membuat perusahaan di semua sektor akan bergulat dengan bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi harapan konsumen, cara mereka berinteraksi dengan pelanggan mereka, dan bentuk operasi virtual yang mendasari.