"Sebelum tanggal 7 itu masih terjadi hujan, dapat mencapai lebat, disertai kilat, petir, dan angin kencang. Namun setelah itu insyallah prediksinya situasi cuaca sudah semakin membaik," kata Dwikorita.
"Tapi gelombang di lautan masih berpotensi tetap tinggi. Jadi harus diwaspadai juga di lautan, meski daratannya nanti sudah semakin tenang tapi lautannya gelombangnya masih semakin tinggi," ia menambahkan.
Dwikorita menduga semakin seringnya siklon tropis menerjang Indonesia disebabkan oleh faktor pemanasan global. Karenanya ia menyerukan agar publik mulai memikirkan cara memitigasi pemanasan global.
"Yang perlu kita sadari bersama global warming ini memang benar-benar harus dimitigasi," kata Dwikorita.
Ia kemudian menjelaskan sebuah hipotesis untuk menjelaskan hubungan antara semakin seringnya siklon tropis di Indonesia dengan pemanasan global.
"Penyebabnya adalah semakin panasnya suhu muka air laut. Laut itu tempat mengabsorbsi karbon dioksida dan itu adalah dampak dari gas rumah kaca, bisa dirunut ke sana. Ini baru hipotesis ya, tapi ada korelasi dengan peningkatan suhu muka air laut yang dipengaruhi juga oleh global warming," kata Dwikorita.
Penjelasan ini juga disampaikan Dwikorita dalam jumpa pers bersama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo pada Senin kemarin (5/4/2021).
"Akibat global warming terjadilah aliran angin yang sifatnya siklonik, maka terjadi aliran angin yang sifatnya juga siklonik dan ini sangat jarang terjadi di wikayah tropis speerti Indonesia tapi 5-10 tahun ini terjadi karena dampak perubahan iklim global," kata Dwikorita. [Antara]
Baca Juga: Ekor Siklon Tropis Seroja Bisa Ancam NTB dan Bali